Jumat, 28 Juli 2006

AKU INGIN HIDUP!

Hidup berarti hitam, putih, abu, cokelat, oranye, kuning, hijau, biru, ungu, dan merah
Hidup berarti warna
Hidup berarti pahit, asam, asin, manis, pedas
Hidup berarti rasa

Aku ingin hidup
Aku ingin hitam dan putih
Aku ingin pahit dan manis
Aku ingin warna
Aku ingin rasa

Hidup berarti ada dan nyata
Hidup berarti gerak, tidak diam
Hidup berarti gairah, semangat
Hidup berarti syukur, bukan sesal
Hidup berarti tekad dan berjuang

Aku ingin hidup
Aku ingin ada dan nyata
Aku ingin gerak, tidak diam
Aku ingin gairah, semangat
Aku ingin syukur, bukan sesal
Aku ingin tekad dan berjuang

Hidup berarti berbagi
Hidup berarti memberi dan menerima
Hidup berarti berdampingan dan bersentuhan
Hidup berarti bersama, tidak sendiri
Hidup berarti cinta dan kasih sayang
Hidup berarti dunia

Aku ingin hidup
Aku ingin berbagi
Aku ingin memberi dan menerima
Aku ingin berdampingan dan bersentuhan
Aku ingin bersama, tidak sendiri
Aku ingin cinta dan kasih sayang
Aku ingin dunia

dari HIDUPku, karena aku HIDUP, dan demi HIDUPnya diriku
Bandung, 28 Juli 2006 - HEIDY

Kamis, 20 Juli 2006

working with CHILDREN

I’m not good with children.
Entah kenapa, sejak dulu saya merasa demikian. :(
Bukan karena tidak memiliki pengalaman sedikit pun dalam hal itu.
Hey, you know what...I, once, was a mother to my little bro.
Tapi hampir semua kenangan tentang masa-masa itu adalah kenangan yang sangat tidak menyenangkan.
Full of stress, I became a high school girl who blow up easily. X(
Mungkin karena itulah, saya selalu tidak memiliki kepercayaan diri yang penuh saat harus berhubungan langsung dengan anak-anak kecil.
Dan mungkin itu juga yang menyebabkan tumbuhnya keyakinan dalam diri saya bahwa anak-anak pun pasti tidak tahu betapa saya menyukai mereka....
............hingga beberapa waktu yang lalu.

Sejak 30 Juni sampai dengan 9 Juli yang lalu, Pustakalana (perpustakaan, toko buku, dan ruang terbuka) mengadakan kegiatan liburan anak-anak.
Saya diminta secara sukarela terlibat dalam kegiatan ini sebagai koordinator kelas menulis kreatif dengan di dalamnya juga termasuk tugas untuk merancang konsep rangkaian kegiatan kelas tersebut.
Mungkin ini termasuk pekerjaan yang orang jawa bilang ‘sak det sak nyet’, atau kalo saya terjemahkan ke bahasa Indonesia dengan seenaknya berarti ‘tiba-tiba jadi’, karena saya baru dihubungi sebulan sebelumnya! :-SS
Tapi sebagai seorang deadliner yang sudah terdidik dengan baik selama lima tahun kuliah dulu, tentu saja saya menyanggupi dengan optimis.
Apalagi, keoptimisan itu didukung dengan suatu hal yang menjanjikan : saya tidak perlu terjun langsung menghadapi anak-anak itu karena status saya bukan fasilitator.
Dalam kegiatannya nanti, saya akan dibantu beberapa orang fasilitator.
Yeah, I’ll just depend on them... :-?

Maka, melengganglah saya dengan percaya diri hingga hari-H tiba.
Dengan kuota peserta 6 sampai 12 orang, kelas saya di hari pertama itu baru dihadiri oleh 4 orang anak.
Dalam pikiran saya : yeah, it’s a piece of cake!
Tapi tak sampai sejam kemudian, saya langsung menyesali pikiran yang sama sekali tidak tepat itu.
Ada anak yang protes mulu dan bolak balik kepingin kabur untuk jajan, ada anak yang terus menempeli saya, ada yang diam terus seribu bahasa, ada yang super mandiri sampai-sampai menolak untuk menyeberang jalan bersama-sama!
Apanya yang piece of cake...sepanjang kegiatan berlangsung gue STRES abis! :((

Hari kedua, ‘anak’ saya nambah tiga orang, jadi jumlah keseluruhannya adalah 7 orang, yang kemudian tetap bertahan hingga hari terakhir.
Tak disangka, kedatangan anak-anak baru ini membuat suasana kelas yang di akhir hari kemarin sudah mencair jadi membeku lagi...aaarrgggh. @-)
Saya memberi instruksi demi instruksi nyaris tanpa berpikir, fokus 100% tertuju pada bagaimana-membuat-suasana-kelas-kondusif, bukan bagaimana-agar-seluruh-rencana-terwujud-di-lapangan.
Di akhir hari, saya dihujani feedback ketika evaluasi.
Tapi sebenarnya bahkan tanpa evaluasi itu pun, mental saya sudah down karena tahu betul bagaimana ‘tidak hidup’nya kelas saya hari itu. :(
Kemudian saya lembur demi merombak rancangan kegiatan untuk hari berikutnya.

Hari ketiga, saya memulai hari dengan bahan bakar full tank dan bertekad menularkan semangat saya pada semua ‘anak’ saya.
Entah kenapa saat itulah saya baru menyadari bagaimana teman-teman setim yang bekerja dengan saya juga telah sepenuhnya mempercayai saya, begitu pula dengan anak-anak yang kami ‘asuh’.
Hanya satu yang tidak yakin : saya sendiri. :-<
Ibaratnya seorang pilot, keselamatan semua orang dipercayakan pada tangan saya yang menguasai alat kemudi.
Dan apa jadinya jika sang pilot tidak yakin pada dirinya sendiri?
Maka hari itu, saya belajar percaya pada diri saya sendiri, belajar meyakini setiap langkah yang saya ambil. :)

Tanpa sadar, hari ketiga itu telah menjadi momen titik balik.
Di hari-hari berikutnya, jika parameter kesuksesan kegiatan kelas saya bergantung pada kelancaran kegiatan serta semangat dan suasana kelas, maka mungkin saya akan menggambarkannya dalam bentuk grafik (hahha...afterall, i still hold my bachelor degree of science :P ) yang terus menanjak.

Tapi bagaimana pun, oh my…
Waktu dulu saya sempat beberapa kali bekerja sebagai fasilitator training (utk orang dewasa), saya selalu bilang itu cukup menguras tenaga. Setidaknya tenaga mental, karena jelas pekerjaan saya waktu itu bukan ‘nguli’.
Sekarang, saya nggak akan menarik kembali ucapan itu, hanya mau menambahkan…semua itu masih engga ada apa-apanya dibandingkan bekerja dengan anak-anak kecil! #:-S
Dan rasaya saya kepingin tertawa terus kalau mengingat kembali keoptimisan saya dulu.
Tentang bagaimana optimisnya saya dapat menyelesaikan pekerjaan ini tapi tanpa harus benar-benar berhubungan langsung dengan anak-anak.
Pada akhirnya, sebagai fasilitator atau bukan, adalah tidak mungkin bekerja dengan anak-anak tanpa benar-benar ‘bersentuhan’ dengan mereka.[-X
Dan bagi saya, energi yang diperlukan untuk melakukannya kira-kira setara dengan tiga kali lipat energi yang dibutuhkan saat bekerja sebagai fasilitator training orang dewasa.

Pelajaran demi pelajaran terus saya dapatkan setiap harinya dalam kegiatan ini.
Pelajaran-pelajaran berharga tentang bagaimana bekerja dengan anak-anak, tentang bagaimana memimpin sebuah tim, dan yang paling berharga : tentang diri saya sendiri. :-?

Sebagai seorang yang tidak memiliki status pekerja tetap di mana pun, pikiran tentang ketidakmandirian dan ketidakmapanan diri seringkali mengganggu saya.
Sejujurnya, saat terlibat dalam kegiatan ini pun saya tidak pernah benar-benar lepas dari gangguan pikiran itu.
What the hell i’m doing here...wasting my time and my energy, while my life still depends on my parent? :-L

But then, i got the answer.
I did not waste anything.
Mungkin ketimbang ‘bekerja’, semua yang saya lakukan itu lebih tepat disebut ‘training’.
It IS another training, sebuah training yang sangat berharga, dan saya mendapatkannya secara GRATIS.
Bukankah itu berarti saya luar biasa beruntung? :D/

Saya menyukai anak-anak.
Saya suka berlama-lama memandang mata mereka, seakan-akan itulah
satu-satunya kejujuran yang tersisa di dunia ini.
Saya suka melihat bagaimana mereka tertawa tanpa beban, seolah menertawakan bagaimana orang dewasa bergelut dengan keribetan pikirannya sendiri.
Dan saya bahkan suka menonton mereka menangis (yang biasanya terjadi untuk alasan –yang bagi saya sebagai orang dewasa- amat sepele), yang seolah berkata pada saya, “Lihat, aku bebas. Aku mau menangis dan berteriak!”

Saya mencintai anak-anak.
Dan entah bagaimana saya pun tahu, hanya perlu hati untuk dapat bersentuhan dengan mereka.
Saat saya tidak menipu diri saya sendiri, saat saya ikhlas memberi...
entah bagaimana mereka pun tahu tentang perasaan saya, dan lebih dari itu, mereka bahkan membalasnya.
They know i love them.
Dan dengan cara mereka sendiri, mereka pun menunjukkan cinta mereka.
Jangan tanya bagaimana saya mengetahuinya, jangan tanya bagaimana saya memahaminya.
I just know it, begitu saja, bersamaan dengan air mata yang hampir tumpah karena haru dan menghangatnya hati, bahwa perasaan kami saling bersentuhan, bahwa hati kami saling berbicara.
God it’s so wonderful...



In my opinion, working with children is an exciting job, full of surprises but pleasurable.


Tapi saya masih takut jika membayangkan suatu saat nanti dikaruniai anak sendiri. I know exactly how bad I am as a daughter, and I just can’t imagine if my daughter/son were just like me... [-X