Kamis, 05 Januari 2012

Antara ‘ngeblog’ dan ‘nulis’

Baiklah. Saya tidak akan menyebut diri sebagai blogger. Alasannya sederhana: karena sepertinya sayalah orang paling tidak konsisten sedunia dalam memelihara kelangsungan hidup blog yang dimiliki….haha.

Tulisan sebelum ini sebenarnya diposkan lebih dari 2 tahun yang lalu, jadi selama tahun 2010 dan 2011 saya dengan sukses tidak mengeposkan apapun di blog ini doong (kebanggaan yang aneh)! Tapi lalu saya sadar, ternyata di tahun 2010 pernah 3x bikin tulisan yg dipublikasikan... di facebook (notes), lalu sekali pula di penghujung 2011. Padahal keduanya seharusnya juga terekam di blog ini, tapi entah bagaimana saya tidak menemukannya. Sungguh sebuah misteri. Nah, karena saya KADANG-KADANG suka beres-beres arsip, jadilah pada tampilan terakhir ini, setelah copy-paste keempat tulisan lama itu, nyaris tidak ketahuan kaan saya pernah absen dua tahun dari 'rumah' yang satu ini...hihihi (nggak penting pisaan).

Oke, balik ke topik ketidakkonsistenan. Sebenernya bukan blog aja, sih. Saya memang tidak bakat konsisten berinteraksi dengan dunia maya. Mau blog, blog mikro, milis, semuanya pasti ada masanya buat saya. Kalau lagi asyik ya rajin nongol, kalau lagi-malas-saja ya jangan harap.

Mungkin ini mirip-mirip resolusi gitu kali, ya. Kan banyak tuh yang sudah malas membuat resolusi tahunan karena lebih banyak gagalnya daripada berhasilnya:D Saya teringat cerita beberapa teman bahwa resolusi yang suka gagal biasanya yang berhubungan dengan kekonsistenan dalam perbaikan gaya hidup: olahraga, diet, dsb. Nah kalo buat saya, biasanya ya resolusi untuk konsisten blogging, aktif di milis, dsb dsb.

Oh, sebenernya ada nih yang cukup membantu: kehadiran smartphone. Benda mungil yg sehari-hari keberadaannya tidak jauh-jauh dari tangan ini bisalaah membantu saya untuk lebih rajin balas surat elektronik, bermicroblogging, atau sekadar nongol di social media. Tapi kalo milis dan blog? Tetap dong, malas kalau harus tersambung dan nulis dari smartphone.


Soal menulis sendiri sih sebenarnya saya lumayan konsisten. Bisa jadi apa yang saya tulis juga seharusnya dipos di blog. Tapi instead of doing that, saya malah simpan sendiri tulisan-tulisan itu di notebook, pake password segala. Mungkin memang ada masanya saya senang berbagi kisah hidup, ada kalanya yaa…sudahlah, konsumsi pribadi saja deh. Bukan berarti tiap saya diam berarti lagi ditimpa masalah superberat yang berupa aib juga sih. Eh, apa iya ya? Ah, nggak juga, ah…. (Apa sih Dy???) *labil*

Ada satu hal tentang menulis yang membuat saya kepikiran sekali sebenarnya, yaitu menulis hal yang berhubungan dengan orang lain. Sejauh ini kalau saya ingat-ingat, saya sih senang-senang saja menulis apapun yang hubungannya cuma sama diri sendiri. Tapi yangg namanya doyan mikir dan nulis, sebenarnya apa saja saya tulis. Kejadian yang menimpa orang lain, hal yang terjadi antara saya dan orang lain, cerita orang lain ke saya….semuanya.

Gatel banget ini otak maupun tangan kalo tidak memikirkan dan menuangkannya dalam tulisan. Tapi saat tulisan selesai, saya bisa tercenung lama, cuma memperhatikan si hasil tulisan dan kemudian memutuskan untuk menyembunyikan tulisan tersebut. Ya, saya penakut. Kalau tulisan saya ada hubungannya sama orang tertentu (beserta identitasnya yang sulit disamarkan) dan ada unsur negatif di dalamnya (opini negatif, fakta yang merupakan aib, dll), mending milih tidak ada yang baca selain saya deh, sampai kiamat.

Beberapa teman pernah bertanya tentang penerbitan buku saya ya g berikutnya….yah, kuranglebih itu pulalah masalahnya. Kebanyakan tulisan saya didasarkan pada kenyataan atau dengan kata lain apa yang saya benar-benar tahu, lihat atau alami sendiri. Tapi ya namanya hidup kan tidak sendiri, berhubungan terus sama manusia lain. Jadi, jelas banyak di antara pengalaman saya yang tersangkutpaut dengan orang lain sehingga dalam tulisan juga pasti menyebut-nyebut mereka. Dan sayangnya, tidak semuanya bersifat positif ketika saya sangat ekspresif :(

Kadang saya suka berkhayal juga….gimana kalau saya bertransformasi menjadi penulis yang jujur berani tanpa kebanyakan mikir dalam ‘bersuara’ lewat tulisan? Eh tapi sepertinya saya lebih merasa kalau itu bukan diri saya yang sebenarnya, sih. Lah, kalau bukan saya yang sebenarnya, apanya yang jujur? Itu menipu diri sendiri, bukan? Takkan bahagia dunia akhirat, tampaknya. Yasudah. Jadi diri sendiri aja deh.


salam riang!
- H e i D Y -


Terimakasih pada pencipta gambar! Saya unduh dari sini.