Senin, 13 Desember 2021

Dua Mata Pedang Gawai

"Fyuh ... kuletakkan ponsel pintarku setelah memeganginya selama hampir dua jam demi menyelesaikan sebuah tugas."

Kalimat cerita di atas mungkin tidak aneh atau membingungkan bagimu saat ini. Benar, tidak? Berbeda dengan tahun 2002, saat pertama kali aku mengenal telepon seluler, kini handphone tidak hanya dapat dipakai untuk menelepon, mengirim pesan melalui short messaging service (SMS) (yang menuntut ongkos untuk tiap pesan yang terkirim), atau memainkan game sederhana seperti tetris atau snake. Kita dapat melakukan instant chatting tanpa sibuk mengurangi jumlah karakter dalam pesan yang dikirimkan demi menghemat biaya, berbicara dengan banyak orang dari berbagai tempat secara bersamaan, menulis berlembar-lembar artikel atau bahkan draf novel, hingga mendesain poster atau merancang slide presentasi.

Smartphone, tab, laptop, dan gawai-gawai lainnya telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari sebagian manusia yang hidup pada zaman ini. Tujuannya jelas: meringankan kerja kita. Tulisan, gambar, video, dan beragam karya lainnya dapat dihasilkan lebih cepat dan banyak. Interaksi dan komunikasi dengan siapa saja menjadi jauh lebih mudah, meskipun terpisah jarak hingga ribuan kilometer. Jelaslah produktivitas manusia pada masa kini tak lepas dari keberadaan aneka jenis gadget.

Namun, itu baru satu sisi cerita. Bagaikan pedang yang selalu bermata dua, gawai pun dapat memberikan dua dampak yang bertentangan. Ada banyak keuntungan yang dapat diraih, tetapi tak mustahil ada lebih banyak lagi kerugian yang diperoleh.

Beragam permainan daring, buku dan komik digital, artikel di website, film dan serial televisi, hingga cerita keseharian yang dibagikan teman-teman di media sosial sering kali bermanfaat bagi kita sebagai penghibur atau penghilang kejenuhan. Sayangnya, terkadang keasyikan yang terasa membuat kita terlena dan lupa akan waktu yang terbatas dan terus berjalan. Puluhan tahun lalu, istilah kecanduan hanya sering dikaitkan dengan narkoba yang tak mudah diakses oleh semua orang. Sekarang, apa pun yang dapat dinikmati melalui layar sangat berpotensi menjadi candu bagi siapa saja--dari segala kalangan umur dan golongan lainnya--yang mengenal televisi, komputer, dan handphone.

Pada akhirnya, aku percaya pada ajaran turun temurun dari orang tua: segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik. Sehebat-hebatnya gawai, tetap saja ada potensi buruk yang harus diwaspadai. Tidak hanya dapat membantu kita agar menjadi lebih produktif, gawai juga sangat mampu membuat kita menjadi tidak produktif sama sekali. Yang pernah kecanduan main game atau nonton film, mana suaranyaaa? XD

Tidak ada komentar:

Posting Komentar