Di bawah ini adalah tulisan pertama yang saya buat ketika mengikuti mata kuliah Perubahan Bahasa dalam program studi Linguistik. Sebelum diajak mempelajari lebih dalam tentang bagaimana bahasa-bahasa di dunia ini mengalami perubahan, dosen saya, Prof. Dr. Multamia R. M. T. Lauder, meminta kami, mahasiswanya, untuk memperhatikan bahasa yang daya hidupnya hanya sesaat. Berikut hasil 'iseng-iseng berhadiah' tersebut.
Bahasa yang Berdaya Hidup Hanya Sesaat
Karena sifat bahasa yang dinamis, bahasa dapat
berubah. Ada banyak contoh yang dapat menunjukkan telah terjadinya perubahan
dalam sejarah perkembangan bahasa-bahasa di diunia. Bahasa Inggris misalnya,
yang dapat terbagi menjadi bahasa Inggris kuno, bahasa Inggris pertengahan, dan
bahasa Inggris modern. Perubahan itu bukan terjadi pada satu titik waktu
tertentu, melainkan merupakan proses yang panjang. Hal yang serupa pun terjadi
pada bahasa Melayu yang berubah menjadi bahasa Indonesia.
Kridalaksana (2011) mengatakan bahwa ada
jenis ragam bahasa atau dialek dari bahasa yang berbeda-beda dari waktu
ke waktu. Jenis dialek ini disebut dialek temporal. Contoh yang diberikan
adalah Bahasa Melayu Kuna, Bahasa Melayu Klasik, dan Bahasa Melayu Modern yang
masing-masing merupakan dialek temporal dari Bahasa Melayu. Oleh
Chaer (2004), kronolek atau dialek temporal didefinisikan sebagai variasi
bahasa yang digunakan oleh kelompok sosial pada masa tertentu dan contoh yang
diberikan adalah variasi bahasa Indonesia pada masa tahun tiga puluhan yang
berbeda dengan variasi bahasa pada tahun lima puluhan dan yang digunakan pada
masa kini. Dalam entri terpisah, saya menemukan definisi ini digunakan oleh
Kridalaksana untuk menjelaskan mengenai bahasa prokem dan bahasa gaul.
Istilah bahasa prokem oleh Kridalaksana diartikan sebagai ragam nonstandar Bahasa Indonesia yang lazim di
Jakarta pada tahun 1970-an dan kemudian digantikan oleh ragam yang diistilahkan dengan bahasa gaul pada tahun 1980-an hingga abad ke-21 ini. Lebih lanjut,
Kridalaksana menjelaskan bahwa ragam prokem ditandai oleh kata-kata Indonesia
atau kata dialek Betawi yang dipotong dua fonem terakhirnya kemudian disisipi -ok- di depan fonem terakhir yang
tersisa. Ini terjadi misalnya pada kata bapak
yang dipotong menjadi bap lalu
disisipi -ok- sehingga menjadi kata
prokem bokap. Diceritakan pula bahwa
konon ragam ini berasal dari bahasa khusus yang digunakan oleh para narapidana.
Sementara itu, ragam bahasa gaul semula diperkenalkan oleh generasi muda yang
mengambilnya dari kelompok waria dan masyarakat terpinggir lainnya. Seperti
juga bahasa prokem, bahasa gaul memanfaatkan sintaksis dan morfologi bahasa
Indonesia dan dialek Betawi.
Sebagian kosakata yang digunakan
dalam ragam bahasa prokem dan bahasa gaul dapat bertahan lama. Kata bokap yang dianggap merupakan bagian dari
ragam bahasa prokem pada tahun 1970-an, misalnya, masih sering digunakan pada
masa sekarang ini. Namun, ada pula kosakata lainnya yang hanya berdaya
hidup sesaat. Contohnya adalah kata boil yang
lazim digunakan pada tahun 1980-an untuk menyebut 'mobil'. Memasuki abad ke-21,
kata boil itu sudah jarang digunakan.
Saat ada yang masih menggunakannya, umumnya petutur akan merasakan adanya
kejanggalan dan menganggap si penutur masih ‘tertinggal’ di jaman tahun
1980-an.
Daftar Acuan:
Chaer, Abdul dan
Leonie Agustina. (2004) Sosiolinguistik
Perkenalan Awal. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Kridalaksana, Harimurti. (2011). Kamus Linguistik Edisi Keempat. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar