Senin, 15 November 2021

Olahraga yang Hebat

Sejak kecil, entah bagaimana aku sudah melihat olahraga sebagai kegiatan hebat. Mungkin itu karena desakan rutin Papa agar seluruh keluarga melaksanakannya atau mungkin juga karena Mama yang selalu menyatakan bagaimana kerennya Papa yang menguasai beragam olahraga. Seingatku, hampir setiap nama olahraga yang kutahu pasti dikuasai Papa: atletik, renang, pingpong, golf, dan lain-lain. Meskipun Papa tidak pernah benar-benar sukses mengajari sendiri anak-anaknya semua olahraga itu, setidaknya ada satu yang diwariskannya terkait olahraga: kami meyakini olahraga itu penting dan menganggap setiap orang sebaiknya menguasai minimal satu jenis olahraga.

Perkenalanku dengan jenis-jenis olahraga dimulai di bangku SD. Tidak sedikit olahraga yang pernah kucoba waktu itu, tetapi aku hanya menggandrungi salah satunya: lari. Berawal dari lari jarak pendek yang selalu menunjukkan keunggulanku di antara teman-teman sekolah, lama-lama aku juga menjajal nomor lari untuk jarak yang lebih jauh. Sebelum berumur 10 tahun, aku pernah merasakan menjadi pelari termuda dalam satu acara lari 10 km untuk umum.

Sayangnya, kesenanganku berlari berkurang ketika aku memasuki masa pubertas. Perubahan fisikku membuatku merasa berlari itu tidak nyaman. Aku masih sempat beralih ke olahraga permainan seperti badminton, tetapi tentu tak bertahan lama karena berlari tetap menjadi salah satu latihan utamanya. Beruntung, setelah itu aku menemukan olahraga favorit baru: renang.

Aku baru bergabung di sebuah klub renang setelah duduk di bangku sekolah menengah. Walaupun sudah tak mungkin mengejar karir sebagai atlet seperti halnya anak-anak yang memulainya sejak usia dini, aku tetap senang dan serius berlatih rutin (empat kali seminggu). Berkat setitik pengalaman menjadi atlet kali itu, aku mendapat beberapa bonus: penyakit asmaku hilang dan tubuhku lebih bugar.

Saat mulai berkuliah, aku bertekad meneruskan hobi renangku. Namun, ada satu masalah baru yang muncul. Aku tinggal di Bandung, kota yang berhawa lebih dingin daripada dua kota tempat tinggalku sebelumnya: Medan dan Jakarta. Berolahraga di dalam air dingin di bawah cuaca dingin sungguh menyiksaku. Aku bukan tidak suka dingin. Lebih tepatnya, aku sangat tidak tahan dingin (yang ternyata berkaitan dengan penyakit autoimmune haemolytic anaemia yang kuidap sejak lahir). Hingga kini, tidak jarang aku mengalami serangan ringan hipotermia yang membuatku berhalusinasi tentang kematian.

Meskipun masih kuanggap sebagai olahraga favorit, akhirnya renang makin jarang kulakukan. Ketika sudah pindah kembali ke Jakarta, masalahku bertambah sejak melahirkan: gejala alergi berkepanjangan di kulit. Yakin akan mutlaknya kebutuhan berolahraga, kucoba melupakan renang dan kutekadkan menekuni olahraga lainnya. Aku pun mendaftar ke sebuah gym dan mencoba beberapa jenis latihan. Di sana, aku jatuh cinta pada olahraga baru lainnya: muay thai.

Akan tetapi, rupanya "jodoh"ku kali ini juga belum berumur panjang. Saat negara api pandemi menyerang, tentu tak terpikir sama sekali olehku untuk memperpanjang keanggotaan di gym. Aku berencana berlari lagi saja di kompleks perumahanku. Setidaknya begitulah pikiranku sebelum internis langgananku mengetahui "petualangan"ku selama ini selagi kondisi penyakit autoimunku belum stabil. Seketika, beliau menegaskan larangan untukku berolahraga dengan intensitas yang sama dengan orang-orang pada umumnya, yang tidak mengidap penyakit yang berhubungan dengan darah dan jantung.

Akibat penyakit kronisku, otomatis aku "dimudahkan" dalam memilih jenis olahraga yang sesuai dengan kondisiku. Aku kembali melirik jenis-jenis olahraga yang dahulu kuanggap "kurang hebat": jalan kaki, bersepeda, yoga, hingga taichi. Masih kusimpan pandangan kagum pada setiap orang yang melakukan jenis-jenis olahraga yang tampak lebih hebat, termasuk olahraga yang digeluti putri sulungku: panjat tebing.

Sebuah momen pahit menyadarkanku pada pertengahan tahun ini: aku jatuh sakit hingga hampir tak mampu bergerak sama sekali. Jangankan berdiri atau berjalan, kala itu aku bahkan kesulitan untuk sekadar memiringkan tubuh di kasur. Olahraga penting dalam proses pemulihan, tetapi apa yang mungkin kulakukan saat berjalan pun masih tertatih-tatih?

Ternyata tidak ada jenis olahraga yang lebih keren daripada olahraga lainnya. Semua olahraga itu hebat, hanya dengan syarat: sesuai dengan kapasitas dan konsisten dilakukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar