Menjadikan bahasa Indonesia sebagai sebuah bahasa
internasional adalah cita-cita yang indah. Namun sebelum membuat misi-misi
khusus untuk tujuan tersebut, ada baiknya terlebih dahulu kita mengkaji kembali
tentang bagaimana sebuah bahasa dapat menjadi bahasa internasional. Menurut
Kridalaksana (2011, hlm. 24), bahasa adalah sistem tanda bunyi yang disepakati untuk
dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi,
dan mengidentifikasi diri. Berbekal tujuan penggunaan bahasa dari definisi
tersebut, kita dapat mengkaji bagaimana sebuah bahasa dapat digunakan secara
luas oleh masyarakat dunia.
Bahasa digunakan untuk bekerja sama dan berinteraksi. Ini berarti bahasa internasional adalah bahasa yang dipergunakan secara luas dalam diplomasi dan perdagangan internasional. Untuk itu, negara asal bahasa tersebut harus merupakan salah satu negara dengan kekuatan politik dan ekonomi yang sangat besar hingga mendominasi dunia. Selain itu, penggunaan bahasa untuk berinteraksi juga dapat dilihat melalui dunia pendidikan. Peran besar sebuah negara dalam dunia ilmu pengetahuan dapat menjadi gerbang masuk bagi masyarakat dunia untuk menguasai bahasa negara tersebut.
Nah, bagaimana dengan Indonesia? Mungkin sah-sah saja bagi kita untuk bercita-cita menjadi salah satu negara berkekuatan politik dan ekonomi terbesar di dunia. Sayang sekali pada kenyataannya, Indonesia masih jauh tertinggal di belakang. Posisi dalam dunia perdagangan internasional masih jauh di bawah Cina. Begitu pula dengan kekuatan diplomasi. Dalam dunia ilmu pengetahuan, rasanya sudah tak perlu ditanya lagi. Peran Indonesia dalam penyebaran ilmu pengetahuan masih hampir tak terdengar. Ditilik dari faktor-faktor ini, menurut saya peluang Indonesia untuk menjadi bahasa dunia masih sangat kecil.
Faktor lain yang melatarbelakangi penggunaan bahasa dunia saat ini seperti bahasa Inggris, Prancis, dan Spanyol adalah sejarah peran negara-negara asal bahasa tersebut sebagai penjajah di negara lain. Adalah wajar jika bahasa penjajah menjadi bahasa yang penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di negara yang terjajah dan kemudian diwariskan turun-temurun kepada generasi berikutnya. Meski masih tertinggal di bidang ekonomi dan dunia ilmu pengetahuan, kita mungkin masih bisa bermimpi menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional dari faktor ini: menjadi penjajah di negara lain. Namun, akankah kita melakukannya?
Indonesia, bangsa yang sejatinya berbudi luhur dan menjunjung tinggi nilai moral dan budaya, seharusnya tidak akan pernah menjadi bangsa penjajah. Jika untuk menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa dunia kita harus menjadi imperialis, menurut saya lebih baik Bahasa Indonesia tidak menjadi bahasa internasional. Jika sebuah bahasa dikenali dan menarik bagi masyarakat dunia untuk dipelajari, bangsa itu memiliki kekuatan tidak secara ekonomi dan politik, tetapi juga peradabannya karena di dalam suatu bahasa terkandung nilai-nilai budaya dari bangsa pemilik bahasa tersebut. Karena itu, saya memahami bahwa jika bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional, hal ini akan membawa rasa bangga bagi kita sebagai bangsa pemiliknya. Namun, demi hal ini, menurut saya sangat tidak bijaksana jika pemerintah memaksakan aturan-aturan yang secara ketat dan berlebihan mewajibkan penggunaan Bahasa Indonesia di tanah air tanpa memperhatikan situasinya.
Aturan pasal 33 UU RI No.24 Tahun 2009 menyebutkan bahwa bahasa Indonesia wajib digunakan dalam komunikasi resmi di lingkungan kerja pemerintah maupun swasta dan pegawai yang belum mampu berbahasa Indonesia wajib mengikuti atau diikutsertakan dalam pembelajaran untuk meraih kemampuan berbahasa Indonesia. Dengan pengalaman bekerja di sebuah perusahaan multinasional, saya memahami bahwa aturan ini nyaris mustahil dipatuhi. Lingkungan kerja dalam perusahaan-perusahaan multinasional di Indonesia hampir tidak dapat lepas dari hubungan dengan negara lain. Tak jarang komunikasi melalui surat elektronik yang dilakukan antar karyawan di Indonesia perlu diteruskan ke pihak-pihak tertentu di luar negeri sehingga bahasa yang harus digunakan adalah bahasa Inggris sebagai bahasa internasional saat ini. Jika aturan untuk berbahasa Indonesia itu benar-benar dipaksakan tanpa pandang bulu, bukan tidak mungkin bahwa kegiatan perdagangan, kerjasama dengan negara lain akan terganggu dan pada akhirnya berimbas pada perekonomian Indonesia sendiri. Padahal seperti yang sudah dipaparkan di atas, besarnya kekuatan ekonomi sebuah negara adalah salah satu persyaratan agar bahasa negara tersebut dapat menjadi bahasa internasional. Jika kebijakan yang diambil kurang bijaksana, menurut saya cita-cita menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa dunia malah dapat semakin jauh dari kenyataan.
Meningkatkan fungsi bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional, sebagaimana terungkap dalam judul Bagian Keempat UU UU RI No.24 Tahun 2009 adalah tujuan yang baik. Namun menurut saya, pemerintah harus mencanangkan langkah-langkah yang bijaksana untuk mencapai tujuan tersebut. Daripada memaksakan aturan penggunaan bahasa Indonesia dalam semua lingkungan kerja atau dalam konferensi-konferensi ilmiah yang pada akhirnya justru akan merugikan kita, lebih baik pemerintah berupaya keras memikirkan langkah-langkah untuk menjaga dan mengembangkan budi pekerti luhur anak bangsa yang kini semakin terkikis. Jika bangsa Indonesia mampu mempertahankan jati dirinya sebagai bangsa yang memiliki keluhuran budi dan budaya, bukan tidak mungkin bahwa suatu saat nanti, hal inilah yang menjadi jalan bagi bahasa Indonesia untuk menjadi bahasa dunia. Masyarakat dunia pun akan tertarik untuk mempelajari dan menguasai bahasa Indonesia karena bahasa ini merupakan bahasa dari bangsa yang agung dan disegani karena keluhuran budi dan budayanya, bukan karena bahasa bangsa imperialis. Bukankah ini merupakan cita-cita yang lebih indah lagi?
Bahasa digunakan untuk bekerja sama dan berinteraksi. Ini berarti bahasa internasional adalah bahasa yang dipergunakan secara luas dalam diplomasi dan perdagangan internasional. Untuk itu, negara asal bahasa tersebut harus merupakan salah satu negara dengan kekuatan politik dan ekonomi yang sangat besar hingga mendominasi dunia. Selain itu, penggunaan bahasa untuk berinteraksi juga dapat dilihat melalui dunia pendidikan. Peran besar sebuah negara dalam dunia ilmu pengetahuan dapat menjadi gerbang masuk bagi masyarakat dunia untuk menguasai bahasa negara tersebut.
Nah, bagaimana dengan Indonesia? Mungkin sah-sah saja bagi kita untuk bercita-cita menjadi salah satu negara berkekuatan politik dan ekonomi terbesar di dunia. Sayang sekali pada kenyataannya, Indonesia masih jauh tertinggal di belakang. Posisi dalam dunia perdagangan internasional masih jauh di bawah Cina. Begitu pula dengan kekuatan diplomasi. Dalam dunia ilmu pengetahuan, rasanya sudah tak perlu ditanya lagi. Peran Indonesia dalam penyebaran ilmu pengetahuan masih hampir tak terdengar. Ditilik dari faktor-faktor ini, menurut saya peluang Indonesia untuk menjadi bahasa dunia masih sangat kecil.
Faktor lain yang melatarbelakangi penggunaan bahasa dunia saat ini seperti bahasa Inggris, Prancis, dan Spanyol adalah sejarah peran negara-negara asal bahasa tersebut sebagai penjajah di negara lain. Adalah wajar jika bahasa penjajah menjadi bahasa yang penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di negara yang terjajah dan kemudian diwariskan turun-temurun kepada generasi berikutnya. Meski masih tertinggal di bidang ekonomi dan dunia ilmu pengetahuan, kita mungkin masih bisa bermimpi menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional dari faktor ini: menjadi penjajah di negara lain. Namun, akankah kita melakukannya?
Indonesia, bangsa yang sejatinya berbudi luhur dan menjunjung tinggi nilai moral dan budaya, seharusnya tidak akan pernah menjadi bangsa penjajah. Jika untuk menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa dunia kita harus menjadi imperialis, menurut saya lebih baik Bahasa Indonesia tidak menjadi bahasa internasional. Jika sebuah bahasa dikenali dan menarik bagi masyarakat dunia untuk dipelajari, bangsa itu memiliki kekuatan tidak secara ekonomi dan politik, tetapi juga peradabannya karena di dalam suatu bahasa terkandung nilai-nilai budaya dari bangsa pemilik bahasa tersebut. Karena itu, saya memahami bahwa jika bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional, hal ini akan membawa rasa bangga bagi kita sebagai bangsa pemiliknya. Namun, demi hal ini, menurut saya sangat tidak bijaksana jika pemerintah memaksakan aturan-aturan yang secara ketat dan berlebihan mewajibkan penggunaan Bahasa Indonesia di tanah air tanpa memperhatikan situasinya.
Aturan pasal 33 UU RI No.24 Tahun 2009 menyebutkan bahwa bahasa Indonesia wajib digunakan dalam komunikasi resmi di lingkungan kerja pemerintah maupun swasta dan pegawai yang belum mampu berbahasa Indonesia wajib mengikuti atau diikutsertakan dalam pembelajaran untuk meraih kemampuan berbahasa Indonesia. Dengan pengalaman bekerja di sebuah perusahaan multinasional, saya memahami bahwa aturan ini nyaris mustahil dipatuhi. Lingkungan kerja dalam perusahaan-perusahaan multinasional di Indonesia hampir tidak dapat lepas dari hubungan dengan negara lain. Tak jarang komunikasi melalui surat elektronik yang dilakukan antar karyawan di Indonesia perlu diteruskan ke pihak-pihak tertentu di luar negeri sehingga bahasa yang harus digunakan adalah bahasa Inggris sebagai bahasa internasional saat ini. Jika aturan untuk berbahasa Indonesia itu benar-benar dipaksakan tanpa pandang bulu, bukan tidak mungkin bahwa kegiatan perdagangan, kerjasama dengan negara lain akan terganggu dan pada akhirnya berimbas pada perekonomian Indonesia sendiri. Padahal seperti yang sudah dipaparkan di atas, besarnya kekuatan ekonomi sebuah negara adalah salah satu persyaratan agar bahasa negara tersebut dapat menjadi bahasa internasional. Jika kebijakan yang diambil kurang bijaksana, menurut saya cita-cita menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa dunia malah dapat semakin jauh dari kenyataan.
Meningkatkan fungsi bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional, sebagaimana terungkap dalam judul Bagian Keempat UU UU RI No.24 Tahun 2009 adalah tujuan yang baik. Namun menurut saya, pemerintah harus mencanangkan langkah-langkah yang bijaksana untuk mencapai tujuan tersebut. Daripada memaksakan aturan penggunaan bahasa Indonesia dalam semua lingkungan kerja atau dalam konferensi-konferensi ilmiah yang pada akhirnya justru akan merugikan kita, lebih baik pemerintah berupaya keras memikirkan langkah-langkah untuk menjaga dan mengembangkan budi pekerti luhur anak bangsa yang kini semakin terkikis. Jika bangsa Indonesia mampu mempertahankan jati dirinya sebagai bangsa yang memiliki keluhuran budi dan budaya, bukan tidak mungkin bahwa suatu saat nanti, hal inilah yang menjadi jalan bagi bahasa Indonesia untuk menjadi bahasa dunia. Masyarakat dunia pun akan tertarik untuk mempelajari dan menguasai bahasa Indonesia karena bahasa ini merupakan bahasa dari bangsa yang agung dan disegani karena keluhuran budi dan budayanya, bukan karena bahasa bangsa imperialis. Bukankah ini merupakan cita-cita yang lebih indah lagi?
Referensi
Kridalaksana, Harimurti. (2011). Kamus Linguistik. (Edisi Keempat). Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar