Senin, 06 September 2021

Perjalanan Literasiku

Entah bagaimana awalnya, sejak dapat mengingat, rasanya aku memang selalu suka membaca. Apa saja yang ada teksnya pasti mengundang rasa ingin tahuku, seolah menarik-narikku untuk membacanya: mulai dari teks di botol sampo hingga teks di papan reklame. Tentu saja, benda yang paling menarik perhatianku adalah buku, yang memuat lebih banyak teks daripada benda-benda lainnya.

Buku yang paling sering kulihat dan kuingat memenuhi memori masa kecilku adalah buku-buku bacaan orang tuaku (misalnya yang berjudul "Bagaimana Mendisiplinkan Anak?"), ensiklopedia, majalah Bobo, dan buku pelajaran sekolah. Bagaimana dengan buku cerita? Sayangnya, buku jenis ini justru tidak banyak kukenal saat masih berseragam putih-merah. Alasannya sederhana saja: papaku yang sangat mementingkan pendidikan menganggap buku cerita bukan barang yang bermanfaat. Jika pergi ke toko buku, Papa keberatan jika aku minta dibelikan buku cerita. Buku pelajaranlah yang harus diutamakan. 

Saat aku mulai dipercaya untuk mengatur uang saku bulanan di bangku SMA, barulah aku berkenalan lebih banyak dengan buku-buku fiksi. Kurelakan berhemat dalam banyak hal (pilih bekal daripada jajan atau jalan kaki daripada naik ojek) demi dapat menabung untuk membeli novel-novel anak. Yap, betul, kau tak salah baca. Sementara teman-temanku mungkin sudah mulai membaca novel dewasa aku baru mulai mengoleksi novel anak seperti Lima Sekawan. 

Meskipun lambat memulai, aku sangat bersemangat melanjutkan petualangan literasiku. Saat kuliah dan tidak tinggal bersama orang tua, kesempatanku menyisihkan uang bulanan untuk membeli buku makin besar. Jenis bacaanku makin bervariasi dan jumlahnya terus bertambah. Saat pendidikan sarjanaku selesai, lemari bukuku yang tingginya mencapai langit-langit kamar telah penuh dengan koleksi buku bacaan yang kubeli sepanjang lima tahun masa kuliahku. 

Selain membaca, aku juga senang menulis. Terinspirasi dari beberapa cerita pendek yang pernah kubaca di majalah Bobo, aku sering menuangkan khayalanku dalam bentuk cerita pendek yang kutulis di sebuah buku tulis yang tipis. Setiap selesai menulis satu cerita, buku ini pasti berkelana ke mana-mana. Hampir semua teman sekelasku membacanya. Kadang-kadang beberapa anak kelas lain juga turut membaca.

Pada tahun terakhirku di SMP, aku mulai menulis novel. Berlembar-lembar kertas bergaris habis kutulisi dengan tangan sebelum akhirnya aku menulis dengan cara mengetik. Ini menjadi kegiatan sambilanku setiap mengulang pelajaran sekolah. Sebelum SMA, aku sudah menyelesaikan tiga jilid novel remaja. Sayangnya, aku tidak tahu ke mana harus menyalurkan karya-karya itu. 

Aku baru berkesempatan menerbitkan bukuku untuk pertama kalinya setelah Papa menjadikan buku itu sebagai souvenir pernikahanku pada tahun 2007. Karena sisanya sangat banyak, tanpa pikir panjang kukirimkan buku itu ke beberapa penerbit sekaligus. Belakangan, aku baru tahu bahwa ini bukan langkah bijak. Siapa sangka, ada lebih dari satu penerbit yang tertarik menerbitkannya.

Buku Fiksi Solo Pertamaku: Giginosaurus (Dar! Mizan, 2008)

Perjalananku membaca dan menulis terus berlanjut. Hingga kini, aku masih membaca beragam genre buku dan komik untuk kesenangan. Aku juga tak pernah berhenti menulis, meskipun tidak konsisten di satu jalur (pernah sibuk menulis buku ajar, serius menulis buku anak, asyik menulis novel remaja dan dewasa, juga tentunya semangat menulis blog seperti ini). 

Tak pernah terbayang olehku berhenti menulis. Bahkan, kupikir, inilah salah satu hal yang harus diperjuangkan selagi hidup. Bukankah meski kita sudah tak ada kelak, tulisan-tulisan kita akan tetap ada dan masih mungkin masih ada gunanya bagi yang hidup?

Begitu pula dengan membaca. Mungkinkah kita berhenti membaca selagi hidup? Sepertinya mungkin saja, tetapi aku tidak mau. Ada begitu banyak ilmu kehidupan yang tak mungkin diperoleh jika kita tidak terus membaca.

Perjalanan literasiku tak selalu indah dan mulus. Saat mengenangnya seperti ini, sesekali muncul perasaan sesal dan sedih. Misalnya saja terkait larangan membaca buku cerita banyak-banyak saat kecil atau usahaku mencuri-curi waktu untuk menulis novel saat duduk di bangku SMP-SMA. Namun,  memori-memori seperti inilah yang membuatku merenung lebih dalam, lalu dengan serius merencanakan dan menjalankan pendidikan literasi dalam keluarga kecilku. 

Bagaimana dengan perjalanan literasimu? Ceritakan juga, dong!


Tidak ada komentar: