Jumat, 23 Juni 2006

dalam sebuah kebakaran

Jalan keluar.
Terkadang sangat gampang ditemukan.
Bisa jadi ditemukan di jalan masuknya sendiri.
Dengan kata lain, jalan masuk = jalan keluar.
Tapi, terkadang tidak demikian.
Terkadang jalan keluar tidak sama dengan jalan masuk.
Terkadang jalan keluar tidak bersebelahan dan bahkan sama sekali jauh dari jalan masuknya.
Dan terkadang, membutuhkan usaha yang lebih dari biasa (sinonim: luar biasa) untuk dapat menemukan sebuah jalan keluar.

Dimanakah jalan keluar yang kucari?
Apakah pada suatu sisi bangunan, dimana terdapat sebuah PINTU yang di atasnya jelas bertuliskan “EXIT”?
Apa pintu itu pasti ada dalam ‘bangunan’ yang kumasuki sekarang ini?
Apa pintu itu hanya ada satu?
Apa aku dapat menemukannya dengan cepat, sementara bangunan ini luasnya tak terkira?

Aku harus secepatnya keluar.
Soalnya, ada kebakaran dalam bangunan ini!
Aku bisa merasakan panas yang mulai memanggang kulitku dan sesak dalam dadaku.
Sedangkan pintu “EXIT” masih juga tak terlihat!
Aku makin sulit bernapas, mataku mulai pedih, kepalaku pusing luar biasa dan kakiku seolah sedang bertransformasi menjadi agar-agar.
Apa aku akan pingsan?
Atau kalau tidak, bisakah aku membuat pingsan diriku sendiri?
Dengan membenturkan kepalaku sendiri dengan sebuah besi, misalnya.
Atau kalaupun tidak hanya membuatku pingsan, tapi malah langsung membuatku mati, sepertinya itu lebih baik daripada mati terbakar.....

###

Bukan aku yang sedang bermain api.
Dan aku tidak sedang melakukan suatu percobaan yang mempertaruhkan nyawa.
Aku datang dan masuk ke bangunan ini juga bukan untuk iseng-iseng.
Aku sedang mencari sesuatu, sesuatu yang serius, yang kupikir bisa kudapatkan di sini.
Mana kutahu kalau di dalamnya aku justru bertemu dengan marabahaya dan nyawaku malah terancam?
Walaupun aku mati terbakar sekarang, orang-orang pasti tidak akan bilang bahwa aku mati konyol karena aku sama sekali tidak berhubungan dengan penyebab kebakaran ini.

Mungkin tidak.
Tapi aku, sebuah jiwa yang kini telah meninggalkan raganya, malah jelas-jelas tertawa.
Kenapa, ya?

Kini, setelah jiwa terpisah dari raga, aku melihat banyak tubuh tumpah ruah dari berbagai sisi bangunan.
Tubuh-tubuh itu tidak mulus, penuh goresan dan dialiri darah segar.
Ada banyak pecahan kaca di sekitar tubuh-tubuh itu, bahkan ada yang menempel atau tertancap pada tubuh-tubuh itu sendiri.
Tapi tubuh-tubuh itu bergerak.
Walau terLUKA, mereka HIDUP.

Pecahan-pecahan kaca itu berasal dari JENDELA.
Kulihat semua jendela di bangunan itu telah pecah.
Dan tak jauh dari situ, di luar, beberapa orang tengah menyingkirkan pecahan-pecahan kaca yang menempel di tubuhnya sambil berjalan tertatih-tatih menjauh dari bangunan yang terbakar itu.
Aku bahkan hampir bisa merasakan SAKIT di sekujur tubuh mereka.

Walau tahu akan terluka,
walau tahu akan merasakan pedih dan sakit,
orang-orang itu menerjang kaca-kaca jendela demi MEMPERJUANGKAN KESEMPATAN mereka untuk HIDUP.

Sementara aku,
MATI dengan KONYOLnya,
bukan karena sedang bermain dengan tantangan maut,
bukan karena telah mempertaruhkan nyawa,
tapi karena aku MENYERAH,
karena aku mati dalam DIAMku,
dalam BERHENTINYA USAHAku untuk mencari jalan keluar.

Aku terus terbahak, tak kuasa menghentikan tawaku.
Tapi, ini tawa yang menyedihkan.
Tawa atas kebodohanku.
Tawa atas kepengecutanku.

Dan kenapa aku tidak melihat semua jendela itu?!?!?!
Sungguh menyedihkan.
Saat mencari jalan keluar, pikiranku hanya dipenuhi oleh SEBUAH PINTU bertuliskan “EXIT” yang akhirnya tak pernah kutemukan, padahal ada RATUSAN JENDELA yang bisa menjadi RATUSAN JALAN KELUAR.

Gila.
Ternyata aku benar-benar seorang penjunjung tinggi norma-norma dan keteraturan.......
........bahkan saat nyawa di ujung tanduk sekali pun, aku sama sekali tidak kreatif!

Aku masih terus tertawa.
Menertawakan kebodohanku.
Menertawakan kepengecutanku.

Walau menyedihkan, tawa ini tetap sebuah ekspresi.
Ekspresi atas penyesalanku.
Yang seperti kata ungkapan terkenal, selalu datang belakangan.


--- hanya sebuah tulisan yang tiba-tiba merembes keluar begitu saja dari kepala seorang Heidy yang sedang terdesak sebuah deadline ---

2 komentar:

Unknown mengatakan...

watu baca tulisan lo, gw jadi teringat perjalanan hidup gw sendiri. kreatif dalam mencari jalan keluar karena begitu banyak jalan keluar yang di berikan Allah, ntah kenapa gw masih milih - milih dan bahkan tidak percaya dengan jalan yang di tunjukkanNya. gw bebal.

hehehe. makasih tulisannya

Anonim mengatakan...

Kamu selalu berfikir kamu gak kreatif mbak. Jadi mikir sendiri kalo kamu bisa meng "create" tulisan-tulisan seperti ini disebut gak kreatif. Terus yang cuman baca dan gak pernah meng"create" sesuatu disebut apa ya :)).
- Aku belajar banyak dengan melihatmu berjuang mencari jalan keluar itu mbak.