Minggu, 13 Agustus 2006

Matematika dan Masalah

Akhirnya, sempat juga kembali menyentuh komputer!
Fiuhhh....ehehehehe. #:-S
Ini serius loh, engga main-main dan engga hiperbolis.

Kira-kira mulai dua minggu yang lalu, saya memasuki dunia pendidikan.
Jadi selain penulis, profesi saya sekarang adalah pengajar (backsound: cieee..ehm, ehm! )
Namun sampai hari ini, pekerjaan baru saya itulah yang lebih menyita waktu....
Komputer tak tersentuh, bahan tulisan pun menumpuk dalam kepala...huhhuu.... :(

Ya, saya bergabung dengan sebuah lembaga bimbingan belajar, menjadi salah satu staf pengajar di sana.
Mata pelajaran yang saya geluti adalah matematika.

Sejak kecil saya memang menyukai matematika, walau sangat jauh dari predikat jenius.
Namun, tidak sejak awal saya telah memutuskan untuk mengajar matematika.
Awalnya, saya tidak bisa memilih antara matematika dan Bahasa Inggris.
Keduanya merupakan hal yang selalu saya sukai sejak di bangku sekolah dulu hingga sekarang. ;)

Waktu diadakan tes potensi akademik (dalam hal ini bukan tes IQ, melainkan benar-benar tes sesuai mata pelajaran yang dipilih).
Di antara kedua mata pelajaran yang saya minati, saya memutuskan untuk menjalani tes bahasa inggris terlebih dulu.
Kenapa?
Karena menurut saya itulah yang termudah, yang saya yakin dapat menyelesaikan semuanya TANPA MASALAH (soal-soal anak smp, gitu lho!)./:)

Tapi ketika mengikuti tes praktek (presentasi mengajar di depan kelas), barulah saat itu saya menyadari kelemahan saya.
Saya merasa bahwa Bahasa Inggris itu sangat mudah, karena tidak pernah merasa mendapat masalah dalam mengahadapinya.
Karena tidak sadar akan adanya masalah, saya pun tidak sadar tentang bagaimana saya menyelesaikannya, tidak sadar tentang apa yang saya pelajari.
Tidak ada masalah, tidak ada pelajaran, lalu apa yang bisa saya ajarkan? #-o

Beda halnya dengan matematika.
Saya mungkin tidak cerdas, mungkin tidak merasa bahwa soal-soal matematika adalah sangat mudah, tapi saya tidak mau berhenti sebelum dapat menyelesaikannya.
Sebuah soal matematika berarti sebuah tantangan, dan saya menyukainya. =
Sebagai seorang yang tidak jenius, tidak jarang saya mengerutkan dahi ketika mengerjakan matematika.
Saya sadar akan masalahnya, sempat mengetahui dimana letak kesulitannya, barulah saya merangkak menelusuri jalan penyelesaiannya.
Dan saat dapat menemukan pintu keluarnya, selama apapun waktu yang harus dihabiskan untuk itu, rasanya tidak ada yang dapat mengalahkan kepuasan saya.

Saya kira saya BERUNTUNG karena tidak pernah bermasalah saat menghadapi bahasa.
Tapi ternyata tidak demikian. [-)
Saat menghadapi matematika, saat merasakan adanya masalah, di sanalah saya belajar.Dan di sanalah terdapat KEBERUNTUNGAN YANG SEBENARNYA.

Matematika dan Masalah.
Ini mengingatkanku pada hal lainnya : Kehidupan dan Masalah.

Saat menghadapi hidup, pernahkah aku merasakan adanya masalah?
Tidak jarang.
Tidak jarang aku jugkir balik karena masalah hidup.
Tidak jarang aku menangis histeris, stres oleh masalah dalam hidup.
Tidak jarang aku merasa iri pada orang-orang yang KELIHATANNYA beruntung, hidup tanpa masalah.

Tapi, ada yang sangat-tidak-tidak-jarang.
Sangat jarang aku menyadari bahwa masalah dalam kehidupan telah membuatkubelajar.
Sangat jarang aku menyadari bahwa dengan pernah bermasalah, aku dapat berbagi pengalaman.
Sangat jarang aku menyadari bahwa dirikulah yang sebenarnya beruntung karena dianugerahi masalah hidup.
Dan sangat jarang, aku bersyukur karena semua itu.
Astaghfirullahalladziim.

Tidak ada komentar: