Minggu, 16 Mei 2010

Di mana saya sekarang?

Hai! Siapa yang merindukan sayaa?…..? *kedip-kedip centil*

Beberapa bulan yang lalu, saat saya masih berstatus pegawai swasta yang sedang mengambil unpaid leave dan menghabiskan lebih banyak waktu di rumah untuk tujuan menulis, saya sempat mengalami writer’s block dan menjadi gundah gulana karenanya. Inspirasi mampet dan gairah lebih banyak ‘tenggelam’ ketimbang ‘timbul’. Tak perlu waktu lama untuk menyelidiki dan mengetahui penyebabnya. Hanya dengan beberapa kali kontemplasi dan berdiskusi sana-sini, saya pun tahu bahwa kebuntuan itu disebabkan oleh minimnya sumber inspirasi.

Dari mana saja saya memperoleh inspirasi? Hidup saya sendiri? Bosan! Bukan berarti saya merasa hidup saya membosankan, astaghfirullah... Hidup saya luar biasa kok, alhamdulillah. Masalahnya, saya sudah menulis berlembar-lembar tentang berbagai hal dalam hidup saya. Saya haus akan sumber inspirasi lainnya!

Dalam masa itu, salah seorang sahabat saya sempat berkomentar sambil lalu, “Heidy....kamu itu nggak cocok hanya kerja di belakang meja. Kamu hidup untuk bersentuhan langsung dengan orang lain..untuk berbagi banyak hal secara langsung! Kurasa kamu ditakdirkan untuk itu!”

Kata-kata itu begitu ringan diucapkan, namun bermakna sangat dalam! Itu adalah kata-kata yang diucapkan hanya dalam hitungan detik, tapi membuat saya terhenyak dan termenung berhari-hari. Dan siapa sangka, ucapan itulah yang menjadi salah satu pendorong saya dalam mengambil salah satu keputusan terpenting dalam hidup saya.
Saya kembali menceburkan diri ke dunia yang sebetulnya sangat kuat menarik minat saya tapi kemudian sempat saya tinggalkan dengan alasan ’ingin melihat dunia yang lebih luas dan mencari tantangan yang lebih besar’. Dunia pendidikan, itulah labelnya.

Untuk itu, saya menggenapkan shalat-shalat istikharah saya, memohon untuk diberikan kemantapan dalam memutuskan....dan saya pun mengundurkan diri dari pekerjaan saya di dunia market research, sebuah dunia yang sebetulnya juga sangat menarik, menawarkan luasnya wawasan ilmu dan jaringan sosial, tantangan dan karir yang berjenjang, serta penghasilan tetap yang cukup.

Waktu saya sudah benar-benar mundur (bukan lagi berstatus cuti, tapi resign), saya masih meraba-raba dalam membuat tahapan langkah untuk cita-cita saya di dunia pendidikan. Apa yang saya inginkan? Apa yang harus saya lakukan untuk itu? Dari mana saya harus mulai? Saat itulah, subhanallah, Allah menunjukkan jalan melalui seorang teman yang menawarkan lowongan pekerjaan sebagai guru sekolah.

Guru sekolah! Saya belum pernah benar-benar menjadi guru sekolah. Saya pernah menjadi guru privat, guru bimbel, guru di sebuah lembaga pendidikan non formal, tapi belum pernah menjadi guru sekolah. Saya ingat betul ketika melakoni peran guru di lembaga-lembaga itu, seringkali saya bertanya-tanya tentang guru sekolah. Sebesar apa tanggung jawab mereka? Apa saja yang mereka lakukan sebagai sosok kedua (setelah orangtua) yang bertatap muka paling banyak dengan para pelajar? Saya mungkin belum memutuskan untuk menjadi guru sekolah sampai akhir hayat kelak, tapi saya tahu betul...entah untuk berapa lama, dalam suatu masa hidup saya, saya harus menjadi guru sekolah.

Selain alasan tersebut di atas, ada alasan lain yang lebih besar mengapa saya memutuskan untuk menyandang profesi guru di sekolah ini. Sekolah tempat saya mengajar ini adalah sebuah sekolah dasar yang mengandung nama ’Islam’ dalam rangkaian nama yang disandangnya. Namun, sekolah ini lebih dari sekolah agama seperti yang selama ini saya bayangkan. Berdasarkan informasi awal yang saya peroleh, saya mengetahui bahwa gaya pembelajaran di sekolah ini mengadopsi gaya pembelajaran di beberapa sekolah sekaligus : sekolah alam, sekolah islam terpadu, sekolah swasta, hingga bahkan sekolah negeri. Hal ini pun terbukti ketika saya mencicipinya langsung.


Sungguh luar biasa. Sebagai seseorang yang selama ini lebih banyak mengenyam pendidikan di sekolah negeri (dari SMP sampai perguruan tinggi), saya takjub menyaksikan apa yang diperoleh anak-anak di sekolah ini. Mereka mendapatkan banyak pengalaman belajar yang tidak saya peroleh ketika di bangku sekolah. Mempelajari berbagai ilmu dengan memaksimalkan seluruh modal belajar (visual, auditori, kinestetik) dan ranah kompetensi (psikomotor, afektif, dan kognitif), menerapkan prinsip-prinsip islam dalam multi disiplin ilmu, menerapkan langsung ilmu pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari, belajar berpikir kritis, belajar memahami konsep-konsep moral di balik peraturan, belajar menyelesaikan berbagai masalah sosial, dan masih banyak lagi!

Saya bisa belajar banyak hal dan insyaAllah turut berbagi banyak hal. Itulah yang menjadi motivasi saya bergabung dengan sekolah ini. Meskipun untuk itu, keikhlasan saya untuk mengorbankan banyak hal juga diuji.

Waktu dan tenaga adalah salah satu biaya terbesar yang harus saya keluarkan untuk memperoleh pelajaran yang saya inginkan di sini. Berbeda halnya dengan profesi guru bimbel yang pernah saya lakoni dulu, waktu dan tenaga saya di sini tidak hanya terpakai untuk menyiapkan problem set dan mengajar di depan kelas. Saya belajar bahwa untuk bisa memberikan dan mendapatkan hasil yang maksimal, persiapan yang dilakukan pun harus maksimal...mulai dari menggodok konsep, menyusun program, menurunkannya dalam bentuk unit&lesson plan, menyiapkan alat peraga, menyiapkan rencana cadangan, dan sebagainya. Belum lagi hal-hal di luar persoalan akademis yang sangat saya senangi sejak dulu : memfasilitasi anak untuk menyelesaikan masalah-masalahnya di luar masalah akademis.

Di tengah kelelahan fisik yang terkadang muncul dan komentar orang-orang di luar lingkungan ini tentang ’untuk apa saya membuang-buang uang di sini’, saya yakin bahwa saya sama sekali tidak merugi. Untuk yang peduli dan ikut memikirkan masalah pendapatan, terimakasih dan tidak perlu khawatir: saat ini saya sedang sekolah lagi, cari ilmu, bukan cari uang. Untuk yang peduli dan menyayangkan masih ’kecil’nya tantangan dan sumbangsih saya pada negeri dan dunia, terimakasih dan tolong bersabar. Doakan saja saya untuk terus berkembang, karena saya berjanji tak akan berhenti di sini.

Lalu bagaimana soal gairah dan inspirasi, hal pertama yang saya sebut dalam tulisan ini? Let’s hear the other good news, meskipun saya merasa belum bisa tersenyum senang. Tentu saja, alhamdulillah…dunia ini terbukti mendukung passion saya di bidang menulis dengan memberi banyak inspirasi. Kalau saya mengalami kebuntuan inspirasi di saat dulu sedang cuti dan punya banyak waktu untuk menulis, sekarang…inspirasi begitu melimpah ruah! Masalahnya, sekarang saya tidak punya cukup waktu untuk menulisnya.

So, any advice?

15 Mei 2010
- H e i D Y -

Terimakasih kepada sang pencipta gambar (saya unduh dari sini)!

Tidak ada komentar: