Rabu, 08 Agustus 2012

Tulis saja!

Seorang sahabat saya berkata bahwa ia tidak punya rasa kepercayaan diri untuk menulis. Waktu itu ia baru tahu bahwa kadang-kadang saya memajang tulisan saya di blog sehingga dapat dibaca semua orang. Sejenak saya termangu memikirkan kata-katanya. Kemudian saya mengerti.

Saya mengerti karena kadang ketidakpercayaan diri itu terjadi pada saya. Dan saya tahu mengapa itu bisa terjadi. Ketidakpercayaan diri berarti meragukan diri sendiri dalam suatu hal. Dulu saya pernah tidak percaya diri mengemudikan mobil di jalan raya. Saat itu saya baru belajar dan masih meragukan kemampuan saya sendiri dalam hal menyetir. Saya juga masih tidak percaya diri jika meluncur sendiri di atas es di tengah arena ice skating.  Tentu saja karena saya tidak pernah secara khusus belajar ice skating dan memang jarang sekali melakukannya. Wajar kan jika kemampuan saya melakukannya masih sangat meragukan?

Lalu bagaimana dengan ketidakpercayaan diri untuk menulis? Setiap orang yang sudah lulus SD dan tidak terisolir dari peradaban pasti bisa menulis. Adalah aneh, jika ada yang meragukan kemampuan diri sendiri untuk menulis. Apa yang ditakutkan? Pensil patah saat menulis? Listrik mati saat mengetik? Lalu?

Saya tidak percaya tentang ketidakpercayaan diri untuk menulis. Yang saya percaya terjadi adalah ketidakpercayaan diri untuk memperlihatkan hasil tulisan kepada orang lain. Tidak percaya diri memamerkan hasil tulisan tangan mungkin berkaitan dengan indah tidaknya tulisan tangan itu sendiri. Tapi saya yakin bukan itu maksud sahabat saya. Yang ia ragukan adalah jalinan makna yang termuat dalam tulisannya. Oya, dalam hal ini yang saya maksud adalah karangan bebas, bukan sejenis karya tulis ilmiah.

Apa yang diragukan dari isi tulisan sendiri? Mungkin keraguan apakah isi tulisan itu dapat diterima orang lain. Atau bahkan, keraguan apakah orang lain akan menilai isi tulisan itu baik atau indah. Keraguan apakah isi tulisan itu dianggap berbobot oleh orang lain. Pokoknya yang berhubungan dengan orang lain, orang lain, dan orang lain. Sekali lagi: ORANG LAIN.  

Maka, bukankah tidak tepat jika masalah ini disebut ketidakpercayaan diri untuk menulis? Kurasa yang sesungguhnya terjadi adalah ketidakpercayaan diri untuk memuaskan orang lain melalui tulisan kita. Mari bertanya lagi pada diri sendiri: memangnya untuk apa kita menulis? Mengapa menjadikan orang lain sebagai kiblat?

Bagi saya, menulis bebas (seperti ini) adalah satu kesempatan membebaskan jiwa. Juga meringankan beban pikiran atau perasaan. Jika menghadapi banyak masalah dalam keseharian, menulis bisa menjadi terapi yang menyehatkan jiwa. Tak perlu membawa-bawa sampah dalam otak atau hati. Cukup tuangkan semuanya dalam tulisan, beres. Nah, jadi, apa hubungannya dengan orang lain?

Mari menulis untuk diri sendiri. Tulis saja! Soal menyiarkan tulisan kepada dunia adalah lain perkara. Siapa bilang semua tulisan harus ditunjukkan? Bukankah itu gunanya buku harian dan fasilitas kata sandi pada komputer?


 Tulis saja!
-       H e i D Y -

Tidak ada komentar: