Siapa yang tidak tahu, apa itu kimchi? Lima belas tahun yang lalu, aku belum mengenal jenis hidangan ini. Budaya Korea yang kupahami waktu itu hanya sebatas beberapa miniseri televisinya. Kurang dari satu dasawarsa terakhir, barulah aku sedikit-sedikit lebih akrab dengan beragam makanan khasnya, termasuk kimchi.
kimchi, santapan khas negeri ginseng |
Tidak hanya dari drama Korea (drakor) kontemporer, aku juga berkenalan dengan jenis hidangan ini dari lingkungan sekitarku. Nama kimchi sering kudengar mulai dari mahasiswa di program Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) hingga para tetangga di komplek perumahan orang tuaku. Di akhir salah satu sesi mengajar, aku pernah ditawari untuk mencicipi kimchi yang dibuat salah satu peserta BIPA. Aku mencobanya sedikit dan langsung bersyukur tidak mencicipinya lebih banyak. Hal serupa juga terjadi saat tetangga Mama datang membawa buah tangan berupa santapan ini. Rasanya yang sangat asam cukup mengagetkan dan ganjil di lidah kami.
Setelah
itu, aku tidak pernah lagi penasaran pada makanan-makanan Korea hingga seorang
teman membuka usaha kuliner yang sebagian menunya berupa hidangan dari negeri
ginseng tersebut. Wah, berani sekali, pikirku awalnya. Namun, ketika banyak
teman lain yang memberikan testimoni positif terhadap produknya itu, rasa
penasaranku terbit kembali.
Meskipun begitu, aku belum langsung membeli kimchi di sana karena aku bukan tipe
orang yang berbelanja hanya karena ingin tahu. Keingintahuan itu hanya menjadi
pemicu niat tambahan ketika aku memang sedang butuh: menambah asupan probiotik
dari makanan. Sebagai hasil fermentasi, kimchi yang mengandung lactobacillus
(bakteri baik) pun menjadi salah satu pilihan. Berkat komponen aktif
yang terkandung di dalamnya, asinan sayur ini dapat meningkatkan metabolisme
tubuh, membantu sistem pencernaan, dan mengobati radang. Tidak hanya
itu, semua sayuran yang terdapat dalam kimchi juga berperan sebagai antioksidan
yang dapat membantu menurunkan kadar kolesterol buruk dan menurunkan risiko
penyakit jantung.
Dengan segambreng manfaat itu, tentu tidak ada salahnya, kupikir, mencicipi kembali makanan bercita rasa unik ini. Aku pun memesan kimchi (dan beberapa makanan lainnya, tetapi ini cerita yang berbeda) di toko temanku, d'beats dessert (nama akun instagram: @dbeats.dessert). Ternyata teman-temanku yang lain benar.
Tidak butuh waktu lama untuk ketagihan memakannya karena rasanya
yang kaya bumbu dan segar serta teksturnya yang renyah. Kadar rasa asam dan (sedikiiiit) pedasnya pun pas saat dimakan bersama nasi atau sayur lalapan yang tawar, cukup berterima
di lidah kami sekeluarga yang merupakan orang Indonesia tulen. Untuk mendapatkan pengalaman paduan rasa yang memuaskan, banyak orang yang menyarankan agar santapan ini dikonsumsi bersama mi rebus (meniru adegan yang banyak ditemukan di drakor-drakor). Aku ingin sekali mencobanya, tetapi belum kesampaian karena memang jarang sekali menstok mi di rumah. Namun, menurut adikku yang sudah mencobanya, sensasinya asyik dan seru. Hmmm ... aku makin penasaran sekarang.
kimchi di etalase d'beats.dessert |
Lambat laun, membeli kimchi menjadi semacam agenda berkala kami. Sayang, makanan siap saji ini tidak selalu tersedia setiap waktu. Produknya dijual dengan sistem pre-order (PO) terbatas. Padahal, tiap kali santapan berbahan dasar sawi putih, lobak, bawang putih, cabai, dan jahe ini sedang hadir di rumah kami, pekerjaan rumahku untuk menyiapkan sayur selama beberapa hari sedikit berkurang .... hehehe. Terima kasih, d'beats.dessert!
Salam,
-H e i D Y-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar