Kamis, 06 September 2012

Budaya dan Kebudayaan


Pada tulisan sebelumnya, saya sempat menyebutkan mata kuliah berjudul Teori Kebudayan yang saya ambil di semester pertama yang telah berlalu. Itu adalah mata kuliah  menarik dan cukup berjasa dalam 'mengantarkan' saya ke gerbang ilmu linguistik sebagai salah satu cabang ilmu humaniora. Nah, pada semester kedua ini, kelas yang pertama saya masuki adalah Bahasa, Kognisi dan Budaya. Judul mata kuliah yang lebih menarik lagi bagi saya (dan dosennya merupakan dosen favorit yang dulu pernah mengajar saya di program matrikulasi)! Semoga saya bisa memaksimalkan kegiatan belajar saya dan ilmu yang saya peroleh dari mata kuliah ini.

Bahasa, Kognisi, dan Budaya. Berdasarkan rancangan silabus, kami akan membahas tentang konsep teori kebudayaan pada pertemuan-pertemuan awal di kelas ini. Hitung-hitung sebagai pemanasan untuk saya sendiri, saya akan berbagi sekilas pendahuluan tentang definisi dari kebudayaan itu sendiri. Pengetahuan ini saya peroleh dari kuliah Prof. Benny Hoedoro Hoed, salah satu pengampu mata kuliah Teori Kebudayaan yang saya sebut sebelumnya.  

Dari berbagai definisi, kita dapat melihat kebudayaan dalam sebuah continuum yang menonjolkan kebudayaan sebagai pandangan antara idealistic view (gagasan) dan materialistic view (entitas fisik). Ada berbagai teori yang dikenal dalam ruang lingkup Ilmu Pengetahuan Budaya, seperti filsafat, susastra, kajian teks, sejarah, psikolinguistik, linguistik kognitif, semiotik, pragmatik, sosiolinguistik, antropologi linguistik, antropologi, arkeologi, dan teori adaptasi. Yang lebih dulu disebutkan (filsafat, susastra, …) lebih dekat pada padangan idealistik, sementara yang disebutkan belakangan lebih mendekati pandangan materialistik (…., arkeologi, teori adaptasi).

Istilah kebudayaan sendiri dapat dibedakan dari peradaban dan budaya. Kata kebudayaan yang merupakan kata benda berpadanan dengan culture dalam Bahasa Inggris. Kata budaya dapat berstatus sebagai kata benda yang berpadanan dengan custom atau kata sifat yang berpadanan dengan kata cultural. Baik custom maupun cultural merupakan bagian dari culture, dan di dalamnya termasuk pula apa yang kita kenal dengan habit (kebiasaan). Sementara itu, istilah peradaban erat kaitannya dengan adab  (civilization) dan beradab (civilized). Peradaban biasanya dihubungkan dengan pendidikan dan merupakan pandangan yang subjektif, bukan objektif.

Kemarin di pertemuan pertama kelas Bahasa, Kognisi dan Budaya, dosen saya, Dr. Felicia N. Utorodewo, menyinggung kembali istilah budaya dan kebudayaan. "Segala sesuatu yang dipelajari dan diberi arti itu kan budaya," katanya. Kemudian ia memberi contoh kecil : sebuah kedipan mata.  

Mengapa kita mengedipkan mata? Jawaban menurut ilmu biologi adalah agar mata kita basah sehingga tidak terasa perih. Subhanallah, yaa. Pernah membayangkan jika kita tidak bisa berkedip sekali pun? Lalu sudahkah kita mensyukuri hal sekecil ini? 

Kedipan mata bisa terjadi kapan saja. Entah sudah berapa kali saya mengedipkan mata secara otomatis saat mengetik tulisan ini untuk tujuan yang telah disebutkan di atas. Namun, kedipan mata juga bisa terjadi pada kesempatan lain untuk tujuan yang sama sekali berbeda. Misalnya saat sepasang suami istri ingin meninggalkan suatu acara di tengah orang banyak. Kedipan mata yang diberikan sang suami atau istri pada pasangannya menjadi kode dengan makna tersendiri. Saat itulah, kedipan mata telah menjadi sebuah budaya. Saat ia menjadi kode. Saat ia diberi arti tertentu. 

Jadi, segala sesuatu yang dipelajari dan diberi arti itu adalah budaya. Semoga ini dapat menjadi jawaban bagi siapa saja yang bertanya apakah dan mengapa bahasa merupakan bagian dari budaya. 

Lain lagi dengan kebudayaan. Mari mengingat suara adzan. Apa yang dirasakan oleh kelompok muslim yang berkewajiban untuk shalat setelah mendengar suara itu? Ada perasaan terpanggil untuk shalat. Semakin lama, jika belum juga menunaikan kewajiban itu, semakin gelisah. Dengan demikian, mendengar adzan ini telah menjadi suatu kebudayaan bagi para muslim, bukan hanya budaya. Mengapa? 

Menurut Kroeber & Kluckhohn, kebudayaan terdiri dari pola-pola, baik eksplisit maupun implisit yang dipelajari, diteruskan oleh tanda-tanda tertentu, membedakan dengan kelompok manusia yang lain, termasuk perwujudan dalam artefak-artefak. Inti penting dari kebudayaan terdiri dari ide-ide tradisional dan khususnya nilai yang tertanam. Lebih lanjut, sistem kebudayaan dapat dianggap sebagai produk tindakan dan juga sebagai elemen-elemen yang mengkondisikan tindakan lebih lanjut.

Definisi kebudayaan dapat dipandang dari sudut antropologi dan ilmu-ilmu sosial. Dari sudut antropologi, kebudayaan berarti pengetahuan kompleks yang dipelajari, kepercayaan, seni, moral, hukum, dan budaya. Sementara itu menurut ilmu-ilmu sosial, kebudayaan merupakan segala yang ada di masyarakat yang lebih diteruskan secara sosial ketimbang secara biologis.

Mendapat pelajaran ini, saya pun mengerti ketika Prof Benny bercerita bahwa ia tidak dapat marah saat ingin membeli sesuatu di sebuah warung tradisional dan tidak ada orang yang mengantri. "Ya itu kan memang bukan kebudayaan mereka," tandasnya. Sebuah kebijaksanaan yang berasal dari pemahaman yang mendalam di tengah-tengah masyarakat yang beraneka warna. Masyarakat yang sebagian kelompok di antaranya masih bisa memelihara sikap jijik dan benci pada kelompok lainnya yang tak sama nilai. 

Terimakah kita disebut "tidak berbudaya" saat makan nasi dan lalapan sambal dengan tangan oleh kelompok masyarakat yang menganut aturan makan-harus-dengan-sendok-garpu? Lalu adilkah jika kita mencibir pula  pada kelompok manusia lain yang menganut ide atau nilai yang berbeda dengan kita?


Mari belajar memahami.
- H e i D Y -

Tidak ada komentar: