Senin, 03 April 2006

dari Diary Gigi Gue : Pengalaman Pertama Aborsi

Gigi bungsu gue, geraham kanan bawah, lagi numbuh. Sakiiiiit.
Sakit seperti yg pernah gue rasain dua bulan yang lalu, waktu gigi bungsu di kiri bawah tumbuh.
Apa semua orang yg gigi bungsunya sudah tumbuh pasti pernah ngerasain ini juga?
Soalnya setau gue, rasa sakit yg gue alami disebabkan karena rahang gue yang kecil sehingga si bungsu kejeduk-jeduk terus menjelang kelahirannya.
Benarkah orang-orang berahang besar tidak mengalami rasa sakit ini?
Kalau benar, sungguh beruntunglah kalian.
Hiks.

Gigi bungsu yg sebelumnya akhirnya tidak benar2 gue ‘lahir’kan.
Di atas meja operasi seorang dokter bedah mulut, ia digugurkan, dibersihkan sampe akar-akarnya dari ‘rahim’ gusi yang mengandungnya.
Yeah. Operasi gigi bungsu.
Gue udah pernah menjalaninya.
Dan mungkin minggu depan akan lagi.

Pengalaman pertama terdahulu sebetulnya tidak buruk.
Nyawa gue terbukti nggak ikut gugur, dan gue juga tidak mengalami cacat atau apa.
Tapi gue stressssssssssssss!


Itu operasi gigi pertama gue.
Gue masih perawan dalam bidang itu, sama sekali belum berpengalaman.
Sang dokter sangat baik dan ramah.
Mungkin melihat gue yang agak tegang, sebelum operasi beliau ngajak ngobrol santai.
Tentang almarhum pelawak Lesus yang meninggal karna gigi.
Kemudian tentang kasus-kasus lain seputar gigi, yang mana diceritakan beserta sealbum foto yang sama sekali tidak indah.

Sampai di meja operasi, gue nggak berhenti berdoa sambil membayangkan hal-hal terindah di dunia ini : es krim, cokelat, pizza, dsb.
Setelah beberapa suntikan bius lokal, operasi pun dilakukan.
Setelah beberapa saat hanya mendengar suara alat-alat saling bergesekan dan berbentur di dalam mulut gue dan merasakan beberapa kali tekanan terhadap rahang...
“Wah, kita dapet yang susah nih”, suara sang dokter.
“Susah ya Dok?”, komentar si suster. (aduh gue pegel, mangap terus)
“Lihat, ini dalam sekali akarnya...” (lalalala, gue pengen es krim, cokelat, pizaa...hmm...lalalala...)
“Wah, iya...”
“Harus kita pecah dulu nih,”
“Hm, hm..” (dari balik kain yang menutupi seantero wajah, gue bisa membayangkan si suster ngangguk-ngangguk)
“Dipecah dulu, ya?”
“...”
“...”
“Dipecah nggak pa-pa kan, mbak?”
(Hah? Nanya gue nih? How am I supposed to answer that? Dengan mulut menganga lebar?)
“Giginya harus dipecah, karena...”
Gue berusaha keras menganggukkan kepala. (TERSERAH! GUE GA PEDULI MAU DIAPAIN TU GIGI!)
Kembali hanya terdengar suara alat-alat yang saling bergesekan dan berbentur di dalam mulut gue, sampai...
“Wah! Akarnya dalem sekali ya!” (lalalala, gue gak denger, lalalala, gak denger..es krim, cokelat, pizza...)

Tiba-tiba gue merasakan tekanan yang makin besar terhadap rahang gue.
Gue berdoa sungguh-sungguh, berharap rahang gue tetap utuh.
KREK. TOK. DUG. KRETAK.
Kedengarannya sang dokter berusaha mati-matian.
Dan terasa...
Oksigen semakin menipis??

Masa sih.
Apa hubungan operasi gigi dengan keabisan napas?
“HAGFEFFAH!”
Oh my God! Ini ga main-main! Gue bener-bener ga bisa napas!
Tangan sang dokter menutupi seluruh jalan masuk oksigen ke tubuh gue!
“HAGFFGH!”
Gue berusaha mengubah posisi kepala gue, demi mencari udara.
KRAK. TOK. DUG. KRETEK.
Ya Tuhan. Tidak ada yang mempedulikan usaha pemberontakan gue.
Mati. Mati gue.
Nafas gue...

PLAK!

Haaaah. Fiuuuuhh.
Ending cerita...
yah taulah loe pada, karna gue masih menulis di sini, berarti gue ngga jadi mati waktu itu.

Walaupun seumur idup akan gue inget,
gue HAMPIR mati di meja operasi dokter bedah mulut,
bukan karna masalah gigi gue,
tapi karna KEHABISAN NAPAS.

Segala puji bagi Allah pemilik jiwa dan raga gue, yang berkehendak gue tidak mati waktu itu dan membuat gue menampar tangan dokter bedah gue.

Jadi, ngerti kan, kenapa gue tegang begitu sekarang gigi bungsu gue yang satunya numbuh?


----cerita selengkapnya, ada di "Diary Gigi Gue"----

2 komentar:

Anonim mengatakan...

:)) aku tahu kamu pasti bisa menulis lagi. Makasih sudah menghibur kami dengan tulisanmu. Mungkin aku tahu kenapa kamu lebih senang menulis;).

Heidy Kaeni mengatakan...

kenapa??
whahaha...
ketauan deh...

Trims ya mas, atas supportnya.
MEANS A LOT to me.

Semoga gw juga bisa mendukung kesuksesan lo

demi
hidup untuk menulis,
menulis untuk hidup.


love n hugs
(dy)