Rabu, 26 April 2006

AKU KAYA

Merasa miskin?
Mungkin sebagian besar dari kita pernah merasakannya.

Bagaimana dengan merasa kaya?
Apakah banyak yang pernah merasakan ini dalam hidupnya?

Aku pernah.
Tepatnya masih, sedang dan semoga akan selalu seperti ini.

Ya, aku merasakannya.
Aku merasa kaya raya di waktu yang hampir bersamaan dengan
waktu aku terjatuh,
waktu aku terluka,
waktu aku berteriak,
waktu aku menangis.

Aku terjatuh, ada yang menarikku untuk berdiri kembali.
Aku terluka, ada yang menutup lukaku.
Aku berteriak, ada yang tidak berpindah dari sisiku.
Aku menangis, ada yang memelukku.

KAYA RAYA.
Ini tidak ada hubungannya dengan uang yang kupegang.
Ini tidak ada hubungannya dengan tebal tipisnya dompetku.
Ini tidak ada hubungannya dengan besar kecilnya tagihan telponku.

Saat ada yang sabar mendengarku,
saat ada yang tulus berdoa untukku,
saat ada yang bangga mendukungku,
saat ada yang ikhlas berpikir untukku,

saat aku memperoleh CINTA,
saat itulah aku merasa KAYA RAYA.

Terimakasih Tuhan,
atas anugerah terindah dariMu bagiku.


Untuk untitled2002 dan elevenoceans,
terima kasih telah hadir dalam hidupku.

Jumat, 21 April 2006

Take Control of My Own Life

TARGET dan TUNTUTAN.
Selama ini lingkunganlah yg memberikan gue itu.
Dan gue sering protes.

Sekarang, setelah semua itu tidak ada, baru gue ngerasa kehilangan.
Gue berkegiatan, tapi gue nggak punya target/tujuan/sasaran.
Gue kira nggak akan ada masalah dgn hal itu.
Gue kira gue bisa tetap 'hidup' tanpa ada suatu tuntutan, bahkan mungkin dengan lebih baik karena lebih santai.

Tapi ternyata nggak bisa.
Sebagai orang yg terbiasa dikejar-kejar, sekarang gue sangat kehilangan karena sama sekali tidak ada yg mengejar-ngejar.
Gue kesulitan merasakan umur/hidup yang terbatas.
Gue kesulitan merasakan ke-manusia-an gue, kehidupan yang jelas sebetulnya tidak kekal sama sekali.
Seolah-olah waktu di sekeliling gw berhenti berjalan.

Gue berteriak.Gue frustasi.
HIIKSSSSSSSSSSSSSSS.

Dasar manusia yang gak tau bersyukur, ya.
Jelas-jelas udah dikasi kesempatan untuk melakukan yg gue inginkan selama ini, malah protes lagi. Astagfirullah.

Betul, gue butuh tuntutan itu...
gue butuh target...
gue butuh merasa waktu, umur, hidup gw terbatas...
GUE BUTUH TANTANGAN!! @#%!#$$!!

Dan selama ini, gue baru sadar,
gue masih teramat sangat manja..
karna semua itu telah disediakan oleh lingkungan sekitar gue.

Sekarang, kerasa banget bahwa HANYA GUE SENDIRI yg bisa menciptakan itu semua.
Ya, inilah saatnya gue BERDIRI dan BERJALAN SENDIRI.
Inilah saat dimana gue emang harus benar-benar berperan sebagai aktor dalam hidup gue sendiri, TAKE CONTROL OF MY LIFE.

IT’S MY LIFE,
and it's now or never..
I ain't gonna live forever!
I just want to live while I'm alive
IT’S MY LIFE
My heart is like an open highway
Like Frankie said, I did it my way
I just want to live while I'm alive
'Cause it's MY LIFE!!
-------------------(chorus of It’s My Life, a song from Bon Jovi)


Terimakasih khususku
pada semua orang yang telah menamparku

dengan penuh kasih dan sayang.

Minggu, 16 April 2006

S.T.R.E.S.


Seminggu terakhir ini, gue stres berat.
Berbeda dari stres biasanya, yang sering gue alami sebelumnya,
Yang bikin gue stres kali ini beda.

Gue stres bukan karena to-do list yang numpuk dan deadline yang berkejaran.
Sekarang gue, stres, karena tidak-ada-kerjaan.

Sebenernya gue uda pernah memperkirakan ini sebelumnya.
Waktu sibuk dulu, salah satu cara gue untuk memelihara stres gue dengan sehat adalah mengatur mindset : “alhamdulillah gue stres karna kerjaan, karena deadline, kalo ngga ada kerjaan pasti gue pasti justru lebih menderita”
Tapi gue belom pernah bener-bener mengalaminya.
Seluang-luangnya waktu gue, pasti gak akan lebih dari tiga hari.
Jadi gue ngga pernah bener-bener tau gimana rasanya punya waktu yang sangat LUANG.

Sampai masa ini tiba.
Gue telah menyelesaikan segala kewajiban gue sebagai mahasiswa dan mendapatkan gelar sarjana gue hampir lima bulan yang lalu, walaupun gue masi sibuk dengan beberapa tetek bengeknya sampai dua bulan kemudian.
Jadi, bisa dikatakan sebenernya gue resmi PENGANGGURAN sejak tiga bulan yang lalu.

Tiga bulan.
Man...gue tau ada banyak orang lain yang lebih parah,
Tapi tetep aja: TIGA BULAN!
Tiga bulan berarti kurang lebih 90 hari.
Sembilan puluh hari berarti sekitar 2160 jam.

Ngga ada kerjaan.
Ini neraka dunia bagi gue yang terbiasa dikejar-kejar kerjaan.
Emang sih, ada beberapa kegiatan yang mengisi hari-hari gue.
Tapi ga ada yg bener-bener bsifat MEMAKSA seperti sebelumnya.
Hahaha, seneng dipaksa...sepertinya benar, gue seorang MASOCHIST.

Lalu, ada juga hal lain yang bahu membahu mendukung stres gue.
- DOKU
Tagihan telpon rumah dan hape gue masing-masing naik dua dan tiga kali lipat dari biasanya. INI GA PERNAH TERJADI SEBELUMNYA, SEUMUR IDUP. Sebelumnya gue selalu bangga dengan kejeniusan gue mengatur keuangan.
- BADANIAH
Amat sangat mempertaruhkan harga diri gue untuk mengakui : gue ngga sehat. Badan gue engga beres. Macem-macem penyakitnya. Walaupun alhamdulillah, fyi, ga ada penyakit yang mematikan (dan semoga gue ngga akan mati karena stres, naudzubillah).

Gue gak pengen jadi gila karena stres. Sumpah engga mau.
Jadi, sesuai cara ampuh mencegah hal itu menurut banyak referensi terpercaya, gue BILANG-BILANG, BIKIN PENGUMUMAN, NUMPAHIN UNEK-UNEK, NGOBROL ke sahabat-sahabat gue.
Gue stres berat, I let them know.
Dan gue membuka diri terhadap segala komentar, masukan, atau apapun kata mereka.
Dan gue menjadi ringan karenanya.
Belom bener-bener ilang emang, tapi udah kerasa ringan.
Jadi makhluk sosial memang membahagiakan. Terimakasih Tuhan.

Dari mulut salah seorang sahabat gue,
keluar kata-kata yang sangat menginspirasi gue saat ini, selalu terngiang-ngiang beberapa hari terakhir ini.

Mengingatkan gue bahwa
Ini hanyalah salah satu bentuk COBAAN.
Salah satu bentuk PENGALAMAN yang dianugerahkan padaku.
Salah satu KESEMPATAN bagiku untuk mengalami suatu masa hidup yang berBEDA.
Salah satu BAHAN untuk nanti aku CERITAkan pada anak cucu, bahwa HIDUPKU PERNAH GINI.
Salah satu bekalku untuk dapat menjadi MANUSIA yang HIDUP dengan BIJAKSANA, karena telah diisi oleh MACEM-MACEM WARNA.

Dan ingatlah,
Allah tidak pernah memberikan kesusahan, cobaan kecuali kita mampu memmikulnya, mengahadapinya.
Dan karenanya, aku percaya, aku mendapatkan semua ini karena aku sanggup...AKU KUAT. Dan aku berbangga karena itu. Aku bersyukur mendapatkan semua ini. Alhamdulillah.


- perempuan yang HIDUP, IKHLAS, dan PENUH CINTA -


special thanks to Polpot atas ketulusannya, kepeduliannya, ke-lurus-annya, dan kepolosannya;) I love u, Pot!

Kamis, 13 April 2006

dari Diary Gigi Gue : Sejarah Pergigian Gue

Dari kecil gue sering banget mengharapkan, bahkan memimpikan, kontes gigi sehat menjadi kontes yang paling sering diadakan dan paling populer.

Soalnya, waktu balita dulu gue pernah JUARA GIGI SEHAT.
Nyokap gue sering menceritakan itu dengan penuh kebanggaan, walaupun hanya dalam obrolan iseng-penuh-guyon.
Bangganya beliau lebih karena keberhasilannya menanamkan doktrin pada gue, bahwa PERMEN ITU BIKIN GIGI RUSAK.

Entah karena itu atau apa, sampe sekarang dengan sukses gue NGGAK SUKA PERMEN.
Nggak sampe benci sih, tapi nggak suka aja.
Gue nggak mungkin khusus cari-cari permen kalo lagi bosen atau ngantuk dengerin kuliah.
Gue nggak jadi kepengen permen kalo ada yang lagi makan permen.
Gue biasanya males ngambil permen yang ditawarin temen.
Gue makan permen waktu naik pesawat karena terpaksa, bukan dengan sukarela.

Dan hasilnya, ngga seperti anak-anak lain yang umumnya pernah bergigi bolong gara-gara permen, GIGI GUE NGGA PERNAH BOLONG.
Bisa dibilang, ini salah satu rekor pribadi yang paling gue banggakan selain gue ngga pernah merokok dan gue ngga pernah nyentuh narkoba...

Dan, seperti yang gue ceritakan beberapa hari lalu,
gigi bungsu gue sedang tumbuh, sehingga gue sedang merasakan sakit.

Rahang gue kecil. Ngga cukup tempat untuk si bungsu yang mau lahir, sehingga operasi penguguran si bungsu ini menjadi wajib demi menyelamatkan diriku dari masalah yang lebih parah...tumor gigi, misalnya. Maafkan ya nak..aku harus menggugurkanmu..huhuuu.
Ini adalah salah satu masalah gigi gue yang tak terduga.
Maksud gue, salah satu hal tak terduga yang bisa menyebabkan gue HARUS MENGUNJUNGI DOKTER GIGI.

Inget ya, SALAH SATU.

Pertama kalinya gue divonis harus bersahabat dengan dokter gigi adalah 8 tahun yang lalu, waktu gue masih berumur 14 tahun, masih lucu-lucunya, baru pake seragam putih abu-abu.
Gue udah mulai curiga tiap kali gosok gigi, ada yang aneh dengan gusi terletak di atas gigi seri gue.
Warna merahnya agak memudar, seperti MEMUTIH, dan itu gusi MENGGEMBUL.
Pertama kali liat sebernya gue udah menduga, tapi ada pikiran lain yang bilang “Ah...ngga mungkin, hahhahaha”.
Dan berikutnya, berbulan-bulan kemudian ketika kecurigaan gue makin kuat, gue menyesali pikiran itu.

gusi GUE POSITIF HAMIL.
Jenis yang dikandung adalah GIGI TARING.
Inget tadi gue bilang letak gusi gue itu di mana?
Ya, BETUL.

GIGI TARING PERMANEN GUE akan lahir di atas GIGI SERI GUE.

Entah kenapa selama ini tidak pernah ada pengumuman atau laporan dari keluarga drakula bahwa salah satu anggota keluarganya telah hilang.

Waktu itu gue tegang abis.
Identitas gue terbongkar, masih adakah kesempatan gue bisa tetep hidup, bersekolah, berteman, berpacaran, dan menikah dengan manusia??
Dokter gigi pun hadir di hadapan gue dengan cahaya yang menerangi sosoknya, seperti sang budha, memberikan gue kesempatan itu.

Itulah awal mula persahabatan gue dengan dokter gigi beserta segala perlengkapan mengerikan yang ada di ruangan prakteknya.
Gue pake kawat gigi, dengan salah satu bijinya ditempelkan pada si gigi taring baru, lalu gigi-gigi lainnya bahu-membahu menyeret dia agar berpindah ke POSISI YANG SEHARUSNYA.

Jangan dikira proses ini sekali jalan loh.
SETAHUN, bo.
Setahun lamanya gue harus ngapelin dokter gigi gue tiap minggu dan gigi-gigi gue menyapa segala peralatannya.

Itu juga harusnya lebih dari setahun.
Berhubung gue ikut ortu pindah pulau, gue memutuskan untuk menyudahi saja proses itu.
Tadinya sempet ditransfer ke seorang dokter gigi lain di daerah tempat tinggal gue yang baru, tapi...O-M-G.
Dokter gigi yang baru itu punya prinsip kerja yang beda dan selalu menyalah-nyalahkan, menjelek-jelekkan pekerjaan dokter gue yang sebelumnya.
Gue ngga tau dan ngga tertarik untuk tau siapa yang bener.
Capek, menderita secara mental, fisik dan keuangan!!
Jadi, gue pun PUTUS dengan para dokter gigi itu.

Kawat gigi gue dilepas.
Walau masih keliatan gue punya gingsul, tapi setidaknya uda NGGAK MENGERIKAN. Malah banyak yang bilang gue jadi keliatan manis dengan gingsul...aduh gimana ya..jadi malu ah...hahaha.

Perkiraan gue ngga akan lagi berhubungan dengan dokter gigi ternyata salah, terbukti beberapa bulan lalu saat gue harus operasi gigi bungsu.
Dan saat itu gue juga udah tau, ngga lama kemudian akan kembali ke meja operasi itu lagi.

Well, setidaknya tiap operasi itu SEKALI JALAN.
Jadi gue masi punya harapan, ngga perlu rutin ngapelin si dokter kayak zaman dulu. Ngga perlu tegang dan sakit berkali-kali, tiap minggu.

Itu harapan gue.
Yang akhirnya pupus kemarin.

Gigi bungsu gue yang kali ini datang dgn ancaman yg sungguh kelewatan.
Mungkin dia tau kali yah, bakal gue gugurin juga.
Jadi sebelum gugur, dia memutuskan untuk meninggalkan oleh-oleh yang takkan terlupakan oleh gue.

Ini gigi muncul dengan posisi yang sangat miring, hampir sembilan puluh derajat dari arah seharusnya.
Dan dia telah menzhalimi kakaknya yang berbaris di depannya, yang telah lahir sejak bertahun-tahun yang lalu dan selalu dalam keadaan sehat walafiat.
Terus mendesak, mendorong, menusuk...

hingga akhirnya, si kakak terluka.

Salah satu gigi gue telah BOLONG.
Bukan karena permen, tapi karena kebrutalan saudaranya.

Gue akan menjalani operasi yang menggugurkan si gigi brutal itu beberapa hari lagi (nak, percayalah, walau brutal, walau harus digugurkan, aku selalu mencintaimu...hiks),
dan setelah itu akan kembali menjalin hubungan akrab dengan seorang dokter gigi untuk perawatan syaraf rutin.

WHAT U RESIST PERSIST,
inilah salah satu buktinya.
Sepertinya gue emang berjodoh dengan yang namanya dokter gigi.

Dan hiks, rekor gue punya gigi ngga pernah bolong pecah sudah.




--hanya salah satu cerita dari banyak cerita lainnya di "Diary Gigi Gue"--

Senin, 10 April 2006

a quality time

WAKTU yg dihabiskan dengan sebuah cara yg TERPILIH
sengaja atau tidak sengaja
sadar atau tidak sadar

waktu yg dibutuhkan
waktu yg bermanfaat
bagi HATI
yg bersinggasana dlm dirimu

dan ketika ia menjadi HANGAT,
dengarlah ujarnya padamu,
“terimakasih telah
memikirkanku,
mendahulukanku,
memberiku sebuah anugerah terindah,
A QUALITY TIME

dan kepada sebuah HATI yg lain,
terimakasih telah ADA

aku sungguh BAHAGIA
MEMILIH menghabiskan WAKTU
BERSAMAMU


dedicated to all my best friends whereever u are, let’s have a quality time!
special thanks to Sano, yg telah menginspirasiku menulis ini melalui tulisannya yg berjudul sama

Jumat, 07 April 2006

alasan berjalan, berlari dan terbang

aku pernah jatuh,
dan pernah terluka,
dan juga pernah babak belur

kenapa bisa jatuh, terluka, dan babak belur?
karena aku berjalan, berlari, dan terbang

kenapa berjalan, berlari dan terbang?
karena aku ingin melihat dunia

bagaimana saat jatuh, terluka, dan babak belur?
terasa sakit, membuatku menangis sejenak
kemudian aku kembali berjalan, berlari, dan terbang

kenapa kembali berjalan, berlari dan terbang?
karena aku ingin melihat dunia

bagaimana jika jatuh, terluka, dan babak belur lagi?
pasti tetap terasa sakit, membuatku kembali menangis
kemudian aku kembali berjalan, berlari, dan terbang

kenapa tidak berhenti berjalan, berlari dan terbang?
karena dunia begitu luas dan indah
dan aku ingin mempertaruhkan hidupku yang sesaat demi melihatnya

aku berjalan, berlari dan terbang
demi HIDUPKU

Rabu, 05 April 2006

kecelakaan mobil pertama

Halo!
Saat memutuskan menulis ini, gue sedang tepakur mengheningkan cipta, mengenang sesuatu sejenak. Demi sesuatu yang sangat bersejarah bagi gue.

Tepat seminggu yang lalu, hari selasa tanggal 28 Maret 2006 pukul sembilan pagi, gue mendapatkan pengalaman kecelakaan pertama sejak bisa menyetir mobil lima tahun yang lalu.

Bukan berarti selama ini gue adalah supir yang sempurna, loh!
Gue cuma kebetulan punya punya hoki yang lumayan keren.
Seburuk-buruknya gue nyetir, segala sesuatunya selalu serba nyaris.

Yah, tanggal 28 maret kemaren itulah pertamakalinya kata ‘nyaris’ meninggalkan gue.

Ceritanya begini.
Gue keluar rumah di pagi hari tanpa mandi dengan tujuan mengambil laundry bersama ade gue dan kemudian sekalian nganter dia kuliah.
Tiba di tempat laundry, ade gue turun. Gue tetap berada di dalam mobil taruna silver yang sedang gue kendalikan.
Gue memikirkan rute jalan yg akan gue lalui menuju kampus ade gue, dan akhirnya memutuskan : gue harus puter balik.

Jalan ngga begitu lebar, jadi pertama-tama gue perlu semepet mungkin dengan sisi kiri jalan, baru berputar ke kanan.
Target gue, bisa muter hanya dengan sekali maju-mundur.

Maka gue mundur kiri, berusaha semepet mungkin sebelum bertemu got.
Hohoho...selokan yang nyaris tak tampak...gue takkan tertipu, pikir gue bangga.
Hohoho....maaf ya selokan, gue super hati-hati nih, pikir gue pede sambil berkonsentrasi memundurkan dan meng-kiri-kan mobil dengan memperhatikan kaca spion kiri.

Yak...pelan-pelan...mungkin kira-kira udah mundur setengah meter...semeter...dua me...

GEDEBUGH.

He?
Bunyi apa itu?

Sepertinya dari sumber bunyi yang tidak jauh.
Dan kenapa gue tadi sampe terlonjak?
Dan rasanya bukan cuma gue.
Rasanya mobil gue juga ikutan terlonj..

OH MAI GOD.

Gue noleh ke belakang.
Terlihat sebuah tiang listrik berdiri dengan anggunnya.

ITU TIANG LISTRIK TIBA-TIBA MUNCUL DARI MANA?!?!?!
NGGA SOPAN!!!

Gue baru menabrakkan mobil bokap gue ke sebuah tiang listrik...?
Hahahaha. Ada-ada aja. Bercanda, kan.
Bukan nabrak, paling tadi cuman...

Cuman...
Yah, apapun itu, pasti mobilnya gak kenapa-kenapa.

Kenapa?
Karna gue, nggak pernah nabrak.

Ngga apa-apa. Gue yakin, everthing’s ok.
Ngga percaya? Sok lihat. Ayo turun dari mobil dan liat.
Eh, ngapain. Kan pasti nggak apa-apa. Ngga usah diliat segala.
Eh, kalo yakin ngga papa kenapa ngga dilihat?

Aduh kepala gue jadi bising. Ssshusssh, gue turun deh.

Dan gue melihat...
pintu belakang mobil bokap gue...
huh, tuh kan...nggak apa-ap...eh...
PENYOK.

Gue sama sekali belum berpengalaman dalam tabrak-menabrak dan merusak mobil.
Begitu juga ade gue, satu-satunya orang ynag bersama gue pagi itu.
Jangankan untuk mengerti apa yang perlu dilakukan,
mengerti apa yang rusak pun tidak.

Dalam perjalanan gue nganter ade gue ke kampus, gue seperti setengah sadar.
Marah, takut, stres, rasanya semmua perasaan itu ada, tapi masih di sebelah gue.
Seolah-olah menunggu waktu yang tepat untuk benar-benar bersatu dengan gue.

Sepanjang jalan, gue malah tertawa-tawa, ditemani ade gue.
Menertawakan kebodohan sendiri.
Rasanya menyenangkan.
Dan setiap kali ada kendaraan yang menyalip dengan berbahaya, atau meluncur sembarangan..
“WHOI! GA LIAT GUE ABIS NABRAK?! MAU GUE TABRAK JUGA YA?!”
Asyik juga rasanya bisa teriak-teriak begitu.

Tapi ada yang kurang. Entah apa, waktu itu gue ngga tau.
Sepulang dari kampus ade gue, gue berjalan dengan kecepatan rata-rata 20 km/jam. Mau diklakson atau diteriakin, gue tetep lempeng. Malah gue pelototin atau kadang gue teriakin balik.
Gue nemu tempat ketok magic, dengan satu niat: BERTANYA.
For God sake, i just need someone to tell me what i’ve really done.

And I got it.
Walau sekilas nyaris ngga keliatan, ternyata gue sudah membuat bodi mobil bokap gue penyok sampai ada cat yang pecah.
Means, ga hanya perlu diketok utk balikin bodi, tapi juga perlu sampe cat ulang.
Biayanya mungkin hampir sejuta.

Gue lemes.
Di rumah, perasaan-perasaan di samping gue tadi pelan-pelan mulai datang menghampiri.
Kesal, marah, takut, stres....campur aduk jadi satu.

Bukan karena besar duit yang mungkin perlu gue keluarin.
Mungkin karna gue baru tau, mata gue baru terbuka, gue baru sadar, sebesar apa kerusakan yang telah gue timbulkan.
Kerusakan yang gue kira, gue pikir, dengan pengetahuan gue yang sangat terbatas, sangat kecil.
Ternyata....ternyata!!

Gue stres, bolak-balik nangis selama dua hari.

Mobil bokap gue itu masi diasuransi dan gue cukup nebus klaim sebesar seratus rebu.
So, everythin’s under control, gue tau betul.
Harusnya ga ada lagi yang perlu gue khawatirkan, perlu gue risaukan, atau perlu gue pusingin.
Tapi entah kenapa gue ngga bisa berenti nangis waktu itu.
Mata gue sampe bengkak dan kepala gue pusing luar biasa.

Mungkin karna itu kecelakaan pertama gue.
Mungkin karna itu pertama kalinya gue merusak mobil.
Dan mobil itu mobil bokap gue.
Dan itu mobil baru, kalo ga salah belom setahun umurnya.
Dan biasanya mobil itu ada di Jakarta, bukan di Bandung untuk bisa bebas gue pakai.
Mungkin gue ngga rela track record gue tercemar, seolah-seolah gue jadi punya catatan kriminal.
Bukankah seorang dengan catatan kriminal, tidak akan gampang mendapatkan kembali sebuah kepercayaan?

Yeah, itu dia.
Gue stres karna merasa sudah mengkhianati sebuah kepercayaan. Dan gue membayangkan akan kehilangan kepercayaan itu. Dan rasanya gue nggak sanggup menerimanya.

Gue berenti menangis di hari ketiga, walaupun perasaan masih nggak tenang.
Well, sebenernya sih sampe sekarang juga masih belon tenang.
Sekarang mobil uda keluar dari bengkel, sekali-kali masih gue pake.
Gue masih ketakutan, deg-degan, agak gemeteran kalo nyetir.

Tapi justru itulah yg sekarang menjadi motivasi gue menyetir.
Gue sebenernya nggak suka berkendara dengan mobil, tapi gue harus bisa menyetir dengan baik.
Dengan pengalaman kecelakaan gue itu, gue percaya gue akan menjadi supir yang lebih baik.
Liat aja.


Special thanks to
> Gitong, yg membantu gue menyadari perasaan gue sendiri, dan juga mengingatkan gue untuk bngkit. Terimakasih atas kata-kata kerasnya, “Aku nggak peduli sama ayah kamu dan mobilnya. Aku cuma nggak mau kamu hancur gara-gara ini,” Gilaaaa. Mas, entah kenapa saya malah jadi nangis lagi waktu itu. Tapi, itu tangisan terakhir (ohya fyi jangan salah paham, bokap gue orangnya baek kok, cuman guenya aja..).
> Andik, terimakasih udah ada saat gue butuh, nemenin gue nangis dan bantuin ngurusin segalanya. Thanks a bunch, Mas!
> Anjar, orang pertama yang memerikan gue ucapan selamat yang tulus karena akhirnya gue punya pengalaman nabrak. Makasih atas ke-positifannya! You said you’ll guarantee that I’m going to be a much stronger woman, didnt ya. Nah, awas kalo ternyata ga gitu. Entar gue protes ke elo yah. Hehehe bercanda Mbak..

Senin, 03 April 2006

dari Diary Gigi Gue : Pengalaman Pertama Aborsi

Gigi bungsu gue, geraham kanan bawah, lagi numbuh. Sakiiiiit.
Sakit seperti yg pernah gue rasain dua bulan yang lalu, waktu gigi bungsu di kiri bawah tumbuh.
Apa semua orang yg gigi bungsunya sudah tumbuh pasti pernah ngerasain ini juga?
Soalnya setau gue, rasa sakit yg gue alami disebabkan karena rahang gue yang kecil sehingga si bungsu kejeduk-jeduk terus menjelang kelahirannya.
Benarkah orang-orang berahang besar tidak mengalami rasa sakit ini?
Kalau benar, sungguh beruntunglah kalian.
Hiks.

Gigi bungsu yg sebelumnya akhirnya tidak benar2 gue ‘lahir’kan.
Di atas meja operasi seorang dokter bedah mulut, ia digugurkan, dibersihkan sampe akar-akarnya dari ‘rahim’ gusi yang mengandungnya.
Yeah. Operasi gigi bungsu.
Gue udah pernah menjalaninya.
Dan mungkin minggu depan akan lagi.

Pengalaman pertama terdahulu sebetulnya tidak buruk.
Nyawa gue terbukti nggak ikut gugur, dan gue juga tidak mengalami cacat atau apa.
Tapi gue stressssssssssssss!


Itu operasi gigi pertama gue.
Gue masih perawan dalam bidang itu, sama sekali belum berpengalaman.
Sang dokter sangat baik dan ramah.
Mungkin melihat gue yang agak tegang, sebelum operasi beliau ngajak ngobrol santai.
Tentang almarhum pelawak Lesus yang meninggal karna gigi.
Kemudian tentang kasus-kasus lain seputar gigi, yang mana diceritakan beserta sealbum foto yang sama sekali tidak indah.

Sampai di meja operasi, gue nggak berhenti berdoa sambil membayangkan hal-hal terindah di dunia ini : es krim, cokelat, pizza, dsb.
Setelah beberapa suntikan bius lokal, operasi pun dilakukan.
Setelah beberapa saat hanya mendengar suara alat-alat saling bergesekan dan berbentur di dalam mulut gue dan merasakan beberapa kali tekanan terhadap rahang...
“Wah, kita dapet yang susah nih”, suara sang dokter.
“Susah ya Dok?”, komentar si suster. (aduh gue pegel, mangap terus)
“Lihat, ini dalam sekali akarnya...” (lalalala, gue pengen es krim, cokelat, pizaa...hmm...lalalala...)
“Wah, iya...”
“Harus kita pecah dulu nih,”
“Hm, hm..” (dari balik kain yang menutupi seantero wajah, gue bisa membayangkan si suster ngangguk-ngangguk)
“Dipecah dulu, ya?”
“...”
“...”
“Dipecah nggak pa-pa kan, mbak?”
(Hah? Nanya gue nih? How am I supposed to answer that? Dengan mulut menganga lebar?)
“Giginya harus dipecah, karena...”
Gue berusaha keras menganggukkan kepala. (TERSERAH! GUE GA PEDULI MAU DIAPAIN TU GIGI!)
Kembali hanya terdengar suara alat-alat yang saling bergesekan dan berbentur di dalam mulut gue, sampai...
“Wah! Akarnya dalem sekali ya!” (lalalala, gue gak denger, lalalala, gak denger..es krim, cokelat, pizza...)

Tiba-tiba gue merasakan tekanan yang makin besar terhadap rahang gue.
Gue berdoa sungguh-sungguh, berharap rahang gue tetap utuh.
KREK. TOK. DUG. KRETAK.
Kedengarannya sang dokter berusaha mati-matian.
Dan terasa...
Oksigen semakin menipis??

Masa sih.
Apa hubungan operasi gigi dengan keabisan napas?
“HAGFEFFAH!”
Oh my God! Ini ga main-main! Gue bener-bener ga bisa napas!
Tangan sang dokter menutupi seluruh jalan masuk oksigen ke tubuh gue!
“HAGFFGH!”
Gue berusaha mengubah posisi kepala gue, demi mencari udara.
KRAK. TOK. DUG. KRETEK.
Ya Tuhan. Tidak ada yang mempedulikan usaha pemberontakan gue.
Mati. Mati gue.
Nafas gue...

PLAK!

Haaaah. Fiuuuuhh.
Ending cerita...
yah taulah loe pada, karna gue masih menulis di sini, berarti gue ngga jadi mati waktu itu.

Walaupun seumur idup akan gue inget,
gue HAMPIR mati di meja operasi dokter bedah mulut,
bukan karna masalah gigi gue,
tapi karna KEHABISAN NAPAS.

Segala puji bagi Allah pemilik jiwa dan raga gue, yang berkehendak gue tidak mati waktu itu dan membuat gue menampar tangan dokter bedah gue.

Jadi, ngerti kan, kenapa gue tegang begitu sekarang gigi bungsu gue yang satunya numbuh?


----cerita selengkapnya, ada di "Diary Gigi Gue"----

Minggu, 02 April 2006

mengkhayal rasa

saat kanak-kanak, aku
membayangkan bagaimana rasanya menjadi remaja
membayangkan bagaimana rasanya menyukai dan disukai lawan jenis

saat di bangku sekolah menengah, aku
membayangkan bagaimana rasanya kuliah
membayangkan bagaimana rasanya tidak serumah dengan orangtua

saat bergelut dengan tugas akhir sarjana, aku
membayangkan bagaimana rasanya lulus dan diwisuda
membayangkan bagaimana rasanya bekerja dan menjadi wanita karir
membayangkan bagaimana rasanya menikah dan berkeluarga

seringkali, aku
membayangkan bagaimana rasanya ketika seseorang bersikap baik padaku
membayangkan bagaimana rasanya ketika seseorang bersikap buruk padaku
membayangkan bagaimana rasanya ketika seseorang mengungkapkan rasa sukanya padaku
membayangkan bagaimana rasanya ketika seseorang mengungkapkan rasa bencinya padaku
membayangkan bagaimana rasanya ketika mendapat pengakuan
membayangkan bagaimana rasanya ketika diabaikan
membayangkan bagaimana rasanya ketika mendapat penghormatan
membayangkan bagaimana rasanya ketika dilecehkan
membayangkan bagaimana rasanya ketika dicintai
membayangkan bagaimana rasanya ketika dikhianati

Sebagian besar dari hal yang pernah kubayangkan bagaimana rasanya itu telah mencapai masanya dan akhirnya kualami.
Sebagian kecil memberikan rasa persis seperti yang kubayangkan sebelumnya,
sebagian lebih besar memberikan rasa kurang lebih sama seperti yang kubayangkan sebelumnya,
tapi sebagian terbesar memberikan rasa yang tak pernah terbayangkan olehku sebelumnya.

Membayangkan bagaimana rasanya,
bagaimanapun hanyalah sebuah KHAYALAN TENTANG RASA.