Sabtu, 11 Januari 2014

Tantangan #30tulisan


Saya lupa bagaimana awal tercetusnya ide tantangan ini dalam diskusi salah satu grup whatsapp yang saya ikuti. Gagasannya adalah menghasilkan 30 buah tulisan di blog dalam kurun waktu sebulan, yaitu pada Januari 2014. Bagi beberapa orang, tujuannya adalah belajar membiasakan diri untuk menulis. Bagi yang sudah terbiasa menulis, hmm...mungkin berarti belajar meningkatkan apa pun yang bisa ditingkatkan dari kebiasaan itu, ya? Nah, rasanya saya langsung tahu tujuan mana yang lebih sesuai untuk saya sendiri.

Saya harus banyak-banyak bersyukur salah satunya untuk hal ‘terbiasa menulis’. Sejak bisa merangkai huruf, hal itu tidak pernah menjadi masalah bagi saya. Saya suka menulis dan saya selalu menulis. Tidak harus di blog. Di buku jurnal pribadi, di fail-fail komputer yang ‘digembok’ dengan kata kunci, di kertas-kertas bekas, hingga di lembaran tisu makan. Pokoknya, di mana saja yang paling sesuai dengan kebutuhan saya saat itu. Kebutuhan? Ya, kebutuhan. Saya menulis karena butuh. Hampir setiap saat saya butuh menulis. Saat imajinasi menyesakkan kepala, saat kemarahan atau kesedihan memenuhi hati, atau saat tanggapan atas suatu hal belum/tidak dapat disampaikan secara lisan atau terbuka.

Namun, saya bukannya tidak punya masalah perihal menulis. Salah satunya terbukti dari ketidakrutinan saya mempublikasikan tulisan-tulisan yang saya ciptakan. Apa masalahnya? Banyak! Pertama, dengan kebiasaan saya menulis hampir setiap saat, sebagian besar tulisan saya tidak selesai. Ingat, saya menulis karena butuh. Kalau kebutuhan itu sudah terpenuhi, ya saya berhenti. Saat menulis di jurnal karena ingin menumpahkan kemarahan dan kesedihan, misalnya. Ketika seluruh emosi sudah ditumpahkan, ya sudah, sampai mana pun, saya akhiri dengan tanda tangan. Begitu pula saat ingin ‘menaruh’ imajinasi yang mendesak-desak ruang dalam otak. Saya cenderung berhenti ketika merasa ‘ruang’ itu sudah terasa leluasa. Lalu kapan meneruskan teks imajinatif itu? Kapan-kapan!

Masalah kedua adalah saya cenderung lupa waktu kalau sudah menulis dan tiba-tiba bisa saja saya sudah menulis belasan halaman. Orang macam apa yang saya harapkan mau membaca tulisan yang seperti itu untuk iseng-iseng? Kecuali berhadiah, mungkin.

Beberapa teman pernah menyatakan kekagumannya karena saya bisa membuat tulisan-tulisan panjang. Bagi saya, penilaian itu kurang tepat. Saya sendiri merasa menulis panjang itu tidak membutuhkan keahlian khusus. Apa yang saya lakukan untuk menghasilkan tulisan yang panjang? Hanya duduk dan memindahkan semua isi kepala (atau hati) tanpa banyak pertimbangan. Ini bisa diibaratkan dengan menyetir mobil. Duduk, injak pedal gas, tanpa mengerem atau mengganti-ganti gigi persneling. Surga! Nah, bukankah itu hanya mungkin terjadi di jalan bebas hambatan (dan rasa-rasanya bukan di Jakarta)? Semakin minim hambatan, semakin kurang dibutuhkannya keahlian khusus. Bukankah  sopir paling canggih adalah yang mampu menaklukkan jalan yang penuh rintangan seperti dihalangi angkot yang mengetem, diserobot motor-motor ‘hantu’ (disebut demikian karena tiba-tiba saja muncul dari ketiadaan di depan moncong mobil), atau ‘ditemani’ mobil-mobil lain dari semua sisi dalam jarak kurang dari lima puluh sentimeter? Hanya orang yang telah mahir memainkan kombinasi kemudi, gas, dan kopling yang dapat selamat di ‘jalan kaya hambatan’ itu.  Nah, ... lho, kok jadi ngomongin mobil??? Duh. Lihat, kan, saya langsung bisa membuktikan bagaimana saya bisa mempunyai masalah nomor dua ini. Baik, saya akan berhenti di sini dan kembali ke si masalah tulisan panjang.

Jadi, bagi saya, menghasilkan tulisan panjang itu mudah karena tidak perlu sering mengerem dan berstrategi dalam merangkum dan menyimpulkan isi otak (hiiy..) agar terwujud tulisan ringkas yang sarat makna tetapi mudah dan menarik bagi orang lain. Karena itulah, saya justru kagum pada siapa pun yang dapat menuangkan pemikirannya yang ‘kaya’ dalam tulisan pendek. Dalam prosesnya tentu ia sudah canggih sekali bermain rem, gas, dan kopling! Eh, balik maning ke nyetir... maaaap! :D

Setelah masalah kedua, sebetulnya masih ada masalah-masalah lainnya di balik mengapa-tulisan-saya-tidak-terlalu-sering-dipamerkan. Namun, sebagian besar di antaranya hanya berkaitan dengan perasaan. Karena saya sedang tidak ingin ‘menye-menye’ (baca: lain kali boleh dong, yaa), kali ini saya cukupkan saja dengan mengungkapkan dua masalah di atas.          

Dengan demikian, tantangan #30tulisan yang berarti tantangan menulis-bukan-untuk-disimpan-sendiri  menjadi gagasan yang sangat menarik bagi saya. Bukan karena ingin memperoleh kebiasaan menulis, melainkan karena saya ingin lebih banyak menghasilkan tulisan yang ‘selesai’ dan ingin lebih canggih dalam bermain kop....eh, maksud saya, dalam menyusun tulisan yang ringkas. Terima kasih untuk para penggagas ide ini! Mudah-mudahan saya selamat dalam perjalanan ini, aamiin. Mari belajar!

Oh, ya. Apakah tulisan ini sudah cukup ringkas dan mudah dibaca?


Salam,
Heidy


Catatan:
Berikut blog-blog yang terdaftar dalam tantangan #30tulisan ini.
Mari berkunjung!








Gambar diambil dari sini. Terima kasih!

Tidak ada komentar: