Kamis, 11 Mei 2006

MENULIS vs BERBICARA

Baru-baru ini salah seorang bundaku (alhamdulillah, aku punya banyak ibu;p) memberikan komentarnya tentang diriku.
"Dear Heidy. Aku merasa tulisan- tulisanmu sangat inspiratif, aku juga merasa lbh mengenal dirimu melalui tulisan - tulisanmu drpd melalui lisan. Tulisan - tulisanmu sangat kaya akan penemuan diri, sebaliknya kalau kamu bicara kamu seperti org yg belum selesai bicara."

Aku tertawa karna komentar ini.
Menertawakan diri sendiri, sekaligus juga tertawa haru karna ada yang mengapresiasi tulisanku.
Komentar yang sama sekali tidak mengejutkan, namun tetap saja, mampu membuatku tertegun dan merenung sejenak.

MENULIS vs BERBICARA.
Ada apa sih, dengan kedua hal ini?
Kenapa keduanya terasa begitu berbeda?
Bukankah (seharusnya) intinya sama, yaitu mengungkapkan sesuatu?

Apa yang aku rasakan tentang meNULIS?
Oke. Begini, ya.
Saat meNULIS, aku merasa sangat santai dan rileks.
Semua yang ada ingin diungkapkan, dapat mengalir begitu saja.
Dan kalau pun berantakan, I have all the time in the world utk sesuka hati menyuntingnya menjadi tulisan yang baik, indah, dan dapat dimengerti orang lain.

Lalu, apa yang kurasa tentang berBICARA?
Saat BICARA, aku merasa waktu sangat terbatas.
Aku jadi nggak tenang, panik dalam mengungkapkan seluruh pemikiran maupun perasaan.
Rasanya semua orang bisa beranjak kapan saja dari hadapanku, sehingga aku jadi terburu-buru ingin menyelesaikan semua yang ingin diungkapkan.
Bingung, mau mulai BICARA dari mana.
Waktu sudah mulai ngomong, pikiran bercabang-cabang.
Masing-masing cabang tersebut seolah berteriak dalam kepala, semuanya ingin didahulukan untuk diBICARAkan.
Rasanya kepingin cepet-cepet sampai di ujung.
Tapi selalu, akhirnya malah jadi berantakan dan tidak semuanya bisa benar-benar terungkapkan.

Pernah seorang temanku bertanya, "Kalau begitu, apakah kamu seorang yang tidak jujur? Apakah kamu seorang yang butuh memanipulasi segala yang ingin disampaikan?Karna itukah kamu tidak pernah pandai berbicara langsung? Karna saat menulis, kamu bisa saja menipu, tanpa ada yang tahu?"

Sampai saat aku menulis kembali pertanyaan di atas, aku tidak tahu jawabannya.
Apakah aku memang seorang yang tidak jujur, seorang yang palsu, seorang yang tidak nyata?
AKU TIDAK TAHU. Aku bahkan belum pernah memikirkannya.

Kemudian aku mendapat pertanyaan lagi, kali ini dari bundaku. "Apakah kamu dicintai? Apakah kamu berharga?"

Mulanya aku bingung.
Apa pula hubungannya hal itu dengan masalahku dalam berbicara?
But put aside that, i'm answering the question.

Ya, aku dicintai. Ya, aku berharga. Aku yakin aku dicintai. Aku yakin aku berharga. Setiap nafas yang kuhirup berarti. Setiap nafas yang kuhembuskan berarti. AKU BERARTI bagi diriku sendiri. AKU BERARTI bagi orang lain. Aku dicintai. Dan aku berharga.

Kurasa kutahu, kenapa selama ini aku mengalami kesulitan dalam berbicara.
Saat berbicara, aku berhadapan dengan orang lain.
I'm not crazy...so there must be somebody else when i'm talking..
Ya, itu yang kupikir selama ini: bicara dengan diri sendiri = gila.
Saat berbicara, aku melihat orang lain.
Aku memikirkan orang lain.
Maukah mereka mendengarku?
Apa ya, yang ingin mereka dengar dariku?
Yang mana yang sebaiknya kukatakan terlebih dulu, dan bagaimana sebaiknya caraku mengatakannya?
Yang mana yang harus kukatakan, yang mana yang tidak?
Maka saat berbicara, aku BERKIBLAT pada orang lain.
Seolah ada berhala-berhala yang kusembah, selain Sang Khalik.

Beda halnya dengan saat aku menulis.
Saat menulis, aku berhadapan dengan diriku sendiri.
Seluruh waktu yang ada, seakan dianugerahkan khusus untuk diriku sendiri.
Untuk mendengarkan kata hatiku sendiri, untuk menyentuh perasanku sendiri, untuk melihat pemikiranku sendiri.
Segala yang kutuangkan dalam tulisan, adalah diriku apa adanya.
Tanpa peduli apa yang ingin dilihat atau didengar orang lain, aku memperlihatkan diriku, memperdengarkan diriku pada dunia.

Sekarang, aku bisa menjawab pertanyaan dari temanku itu.
Aku adalah seorang yang JUJUR.
Menulis sama sekali tidak membuatku palsu.
Justru saat menulis aku diingatkan olehNYA...untuk jujur, untuk nyata, untuk kembali, untuk fitrah, untuk melihat, mendengar dan berbincang pada diriku sendiri.
Untuk menghargai dan mencintai diriku sendiri.

Apakah aku dicintai...apakah aku berharga...
Pertanyaan ini benar-benar menamparku.
Ini bukan hanya tentang keberadaanku bagi orang lain.
Tapi juga tentang keberadaanku bagi diriku sendiri.
Tentang apakah aku mencintai diriku sendiri.
Tentang apakah aku menghargai diriku sendiri.

Aku ingin selalu dan terus MENULIS.
Ini sesuatu yang ingin kulakukan sampai kapan pun, tidak ada hubungannya dengan sumber daya yang kumiliki, selama hayat masih dikandung badan.

Namun selain itu, aku juga ingin BICARA.
Aku berharga dan dicintai, jadi kuyakin saat kubicara akan selalu ada yg mendengarkan. Setidaknya diriku sendiri. Hey, i'm serious...waktu aku 'berbicara' pada diriku sendiri lewat tulisan, kau tidak menganggapku gila, kan?
Lalu kenapa aku harus takut dianggap gila saat 'tulisan' itu diganti dengan 'lisan'?
Ini hanya masalah cara, kan?

Yang adalah penting, bukan empati dari orang lain, melainkan dari diri sendiri.
Ini kata-kata bundaku, yang telah menginspirasi dan menyadarkanku..terimakasih, Bunda.

Aku juga ingin belajar BICARA.
Kuyakin, AKU PASTI BISA.


tulis Heidy.
dipersembahkan untuk....kali ini, diriku sendiri;)

5 komentar:

Unknown mengatakan...

Mengenalmu bagaikan membuka lembar demi lembar sebuah buku
don't you know?

i home you comprehend

Anonim mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
Anonim mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
Anonim mengatakan...

Sejuk sekali membaca kejujuranmu...

Anonim mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.