Selasa, 30 Mei 2006

MY M E M O R I E S

Dalam dua puluh tiga tahun keberadaanku di dunia ini,
tiap tahun, bulan, minggu, hari, jam, menit, detik…
sebagai seorang manusia, aku terus berjalan, bertemu hal baru, mengalami hal baru,
dan mencatatnya sebagai KENANGAN.

Tidak selalu menyenangkan.
Tidak selalu membuatku membahagiakan.
Tidak selalu manis.
Tidak selalu membuatku tersenyum.

Terkadang, atau bahkan seringkali, hal-hal yang kualami dalam hidup menyebalkan,
atau menyedihkan,
atau pahit,
atau dapat membuatku menangis atau marah.

Dan seringkali, kenangan-kenangan itu tidak bertahan lama.
Bahkan terkadang, ada hal-hal yang kucatat sebagai kenangan hanya dalam hitungan detik.
Why should I keep this memory?
Lupakan, lupakan, lupakan…..!!!!
AKU INGIN LUPA!!!
Itulah pikiranku setiap mengalami hal baru yang tidak enak.

Lalu apa yang terjadi?
Kalau ada yang menebak bahwa keinginanku itu mustahil, maaf ya.
Anda salah besar. Keinginanku itu selalu terkabul dengan sukses.

Aku bisa melupakan apapun yang ingin kulupakan.
Apapun yang terjadi di masa lalu, kalau sudah kuputuskan untuk kulupakan,maka aku pasti akan benar-benar lupa.

Lalu apa yang tersisa di bank memori dalam benakku ?
Kurang lebih begini:
(kira2 waktu gw kelas…) : musuhan ama temen
(kira2 waktu gw umur…) : berantem ama nyokap
(kira2 tahun ….) : disakitin cowok
.............................................. dan sebagainya.

Segalanya jadi seperti catatan di agenda saja.
Seburuk apapun pengalaman yang datang, aku pasti akan cepat recover.
Dan di masa depannya, tidak sekalipun aku pernah tiba-tiba kembali sedih/sendu akan masa lalu yang tidak menyenangkan itu.

Apa yang aku rasakan waktu musuhan ama temen?
Nggak inget.
Apa yang aku rasakan waktu berantem ama nyokap?
Nggak inget.
Apa yang aku rasakan waktu disakitin cowok?
Nggak inget.

Ya… aku tidak pernah sedih karena sesuatu yang sudah lewat.

Bagaimana sekarang, saat tidak bermusuhan dengan teman mana pun?
Biasa aja.
Bagaimana sekarang, saat tidak lagi pernah berantem dengan nyokap?
Biasa aja.
Bagaimana sekarang, saat tidak ada cowok yang menyakiti?
Biasa aja.

Tapi…tidak juga merasa bahagia.

Somethin’s wrong with my life.
Rasanya aku tidak hanya menghalangi perasaan sedih, marah, dan kecewa menyelimuti diriku.
Rasanya…aku juga menghalangi perasaan bahagia memelukku.

Tapi kenapa bisa begitu?
Mungkinkah perasaan bahagia datang sepaket dengan perasaan tidak bahagia?
Mungkinkah kebahagiaan adalah hal yang tak terpisahkan dengan ketidakbahagiaan?

Kalau begitu, berarti saat aku menghapus satu memori yang tak menyenangkan…
Saat itu pula aku kehilangan satu kesempatan untuk bahagia?
Dan saat menghapus semua memori tak menyenangkan…
Apakah itu sama dengan kehilangan semua kesempatan untuk bahagia?

Bukankah itu lebih buruk, lebih pahit, dan lebih menyedihkan daripada
seburuk-buruknya, sepahit-pahitnya, sesedih-sedihnya suatu kenangan?

Aku
Tidak
Mau
Itu
!!!!!!

Jika semua pengalaman yang buruk adalah jalan untukku dapat menghargai masa depan sehingga kurasakan bahagia itu…
ku akan menjaga semua itu sebagai memori yang takkan pernah terlupakan.

I will always cherish all my memories to the end,
even if they are sad memories that hurt me so deeply,
even if it's so sad that i wish i could forget about them forever.
If i can bear with them and not run away from them
then, someday, it will make me a stronger person.
i want to believe that... no memories should ever be forgotten forever.
-----------------------(quotes from anime FRUIT BASKET, King Records)



tulis Heidy,
setelah mengulang hari jadinya yang ke-23.


Terimakasihku dari lubuk hati terdalam tuk semua orang yang mengungkapkan cintanya padaku dalam berbagai wujud, terutama DOA.
Semoga aku pun dapat terus mencintai dan mengenangmu selalu, kapan pun dan dimana pun.

Kamis, 11 Mei 2006

MENULIS vs BERBICARA

Baru-baru ini salah seorang bundaku (alhamdulillah, aku punya banyak ibu;p) memberikan komentarnya tentang diriku.
"Dear Heidy. Aku merasa tulisan- tulisanmu sangat inspiratif, aku juga merasa lbh mengenal dirimu melalui tulisan - tulisanmu drpd melalui lisan. Tulisan - tulisanmu sangat kaya akan penemuan diri, sebaliknya kalau kamu bicara kamu seperti org yg belum selesai bicara."

Aku tertawa karna komentar ini.
Menertawakan diri sendiri, sekaligus juga tertawa haru karna ada yang mengapresiasi tulisanku.
Komentar yang sama sekali tidak mengejutkan, namun tetap saja, mampu membuatku tertegun dan merenung sejenak.

MENULIS vs BERBICARA.
Ada apa sih, dengan kedua hal ini?
Kenapa keduanya terasa begitu berbeda?
Bukankah (seharusnya) intinya sama, yaitu mengungkapkan sesuatu?

Apa yang aku rasakan tentang meNULIS?
Oke. Begini, ya.
Saat meNULIS, aku merasa sangat santai dan rileks.
Semua yang ada ingin diungkapkan, dapat mengalir begitu saja.
Dan kalau pun berantakan, I have all the time in the world utk sesuka hati menyuntingnya menjadi tulisan yang baik, indah, dan dapat dimengerti orang lain.

Lalu, apa yang kurasa tentang berBICARA?
Saat BICARA, aku merasa waktu sangat terbatas.
Aku jadi nggak tenang, panik dalam mengungkapkan seluruh pemikiran maupun perasaan.
Rasanya semua orang bisa beranjak kapan saja dari hadapanku, sehingga aku jadi terburu-buru ingin menyelesaikan semua yang ingin diungkapkan.
Bingung, mau mulai BICARA dari mana.
Waktu sudah mulai ngomong, pikiran bercabang-cabang.
Masing-masing cabang tersebut seolah berteriak dalam kepala, semuanya ingin didahulukan untuk diBICARAkan.
Rasanya kepingin cepet-cepet sampai di ujung.
Tapi selalu, akhirnya malah jadi berantakan dan tidak semuanya bisa benar-benar terungkapkan.

Pernah seorang temanku bertanya, "Kalau begitu, apakah kamu seorang yang tidak jujur? Apakah kamu seorang yang butuh memanipulasi segala yang ingin disampaikan?Karna itukah kamu tidak pernah pandai berbicara langsung? Karna saat menulis, kamu bisa saja menipu, tanpa ada yang tahu?"

Sampai saat aku menulis kembali pertanyaan di atas, aku tidak tahu jawabannya.
Apakah aku memang seorang yang tidak jujur, seorang yang palsu, seorang yang tidak nyata?
AKU TIDAK TAHU. Aku bahkan belum pernah memikirkannya.

Kemudian aku mendapat pertanyaan lagi, kali ini dari bundaku. "Apakah kamu dicintai? Apakah kamu berharga?"

Mulanya aku bingung.
Apa pula hubungannya hal itu dengan masalahku dalam berbicara?
But put aside that, i'm answering the question.

Ya, aku dicintai. Ya, aku berharga. Aku yakin aku dicintai. Aku yakin aku berharga. Setiap nafas yang kuhirup berarti. Setiap nafas yang kuhembuskan berarti. AKU BERARTI bagi diriku sendiri. AKU BERARTI bagi orang lain. Aku dicintai. Dan aku berharga.

Kurasa kutahu, kenapa selama ini aku mengalami kesulitan dalam berbicara.
Saat berbicara, aku berhadapan dengan orang lain.
I'm not crazy...so there must be somebody else when i'm talking..
Ya, itu yang kupikir selama ini: bicara dengan diri sendiri = gila.
Saat berbicara, aku melihat orang lain.
Aku memikirkan orang lain.
Maukah mereka mendengarku?
Apa ya, yang ingin mereka dengar dariku?
Yang mana yang sebaiknya kukatakan terlebih dulu, dan bagaimana sebaiknya caraku mengatakannya?
Yang mana yang harus kukatakan, yang mana yang tidak?
Maka saat berbicara, aku BERKIBLAT pada orang lain.
Seolah ada berhala-berhala yang kusembah, selain Sang Khalik.

Beda halnya dengan saat aku menulis.
Saat menulis, aku berhadapan dengan diriku sendiri.
Seluruh waktu yang ada, seakan dianugerahkan khusus untuk diriku sendiri.
Untuk mendengarkan kata hatiku sendiri, untuk menyentuh perasanku sendiri, untuk melihat pemikiranku sendiri.
Segala yang kutuangkan dalam tulisan, adalah diriku apa adanya.
Tanpa peduli apa yang ingin dilihat atau didengar orang lain, aku memperlihatkan diriku, memperdengarkan diriku pada dunia.

Sekarang, aku bisa menjawab pertanyaan dari temanku itu.
Aku adalah seorang yang JUJUR.
Menulis sama sekali tidak membuatku palsu.
Justru saat menulis aku diingatkan olehNYA...untuk jujur, untuk nyata, untuk kembali, untuk fitrah, untuk melihat, mendengar dan berbincang pada diriku sendiri.
Untuk menghargai dan mencintai diriku sendiri.

Apakah aku dicintai...apakah aku berharga...
Pertanyaan ini benar-benar menamparku.
Ini bukan hanya tentang keberadaanku bagi orang lain.
Tapi juga tentang keberadaanku bagi diriku sendiri.
Tentang apakah aku mencintai diriku sendiri.
Tentang apakah aku menghargai diriku sendiri.

Aku ingin selalu dan terus MENULIS.
Ini sesuatu yang ingin kulakukan sampai kapan pun, tidak ada hubungannya dengan sumber daya yang kumiliki, selama hayat masih dikandung badan.

Namun selain itu, aku juga ingin BICARA.
Aku berharga dan dicintai, jadi kuyakin saat kubicara akan selalu ada yg mendengarkan. Setidaknya diriku sendiri. Hey, i'm serious...waktu aku 'berbicara' pada diriku sendiri lewat tulisan, kau tidak menganggapku gila, kan?
Lalu kenapa aku harus takut dianggap gila saat 'tulisan' itu diganti dengan 'lisan'?
Ini hanya masalah cara, kan?

Yang adalah penting, bukan empati dari orang lain, melainkan dari diri sendiri.
Ini kata-kata bundaku, yang telah menginspirasi dan menyadarkanku..terimakasih, Bunda.

Aku juga ingin belajar BICARA.
Kuyakin, AKU PASTI BISA.


tulis Heidy.
dipersembahkan untuk....kali ini, diriku sendiri;)