Rabu, 14 Maret 2012

kesempitan dan kesempatan

Saat ini saya sedang menikmati kesibukan saya sehari-hari: kuliah, mengajar, menulis, serta menjalankan program kehamilan.

Di antara semua yang saya sebut di atas, kegiatan terkait perkuliahanlah yang paling membutuhkan banyak waktu dan tenaga. Orang-orang yang sudah melalui jenjang S2 apalagi S3 tentu tahu ya, kesibukan belajar di tingkat ini bukan lagi soal padatnya jam kuliah atau praktikum atau tutorial atau sebangsanya, tapi soal bertumpuknya target baca, tugas menulis, presentasi serta penelitian. Padahal tatap muka di kelasnya sendiri sih hanya setengah dari beban mahasiswa S1..

Saya mengambil program reguler untuk magister, yang berarti bukan program eksekutif/karyawan. Tidak dari dulu say tahu kalau perbedaan kedua program ini bukan hanya soal waktu tatapmukanya saja, melainkan juga bagaimana sistem pembebanan matakuliahnya.

Kalau di kelas eksekutif, perkuliahan biasanya dibuat dengan sistem modul, yang berarti mahasiswa belajar intensif untuk satu mata kuliah saja (misal, mata kuliah A) hingga diujiankan selama beberapa pertemuan, baru kemudian pada masa berikutnya diganti dengan mata kuliah lainnya, misalnya mata kuliah B. Dengan kata lain, tiap mata kuliah dibebankan satu persatu, bergantian. Sistem ini memang cocok untuk mahasiswa yang sambil bekerja penuh waktu, karena itulah disebut kelas karyawan atau eksekutif. Memang terlalu berat sepertinya jika sambil bekerja, masih harus memikirkan beban beberapa mata kuliah sekaligus.

Sementara itu, di kelas magister reguler seperti yang saya ambil saat ini, tentunya perkuliahan berlangsung seperti umumnya program kuliah S1 reguler: ada beberapa mata kuliah yang diambil sekaligus dan diujiankan per semester. Karena ada beberapa mata kuliah, ya sehari-harinya tentu para mahasiswa tidak mungkin hanya memikirkan beban satu mata kuliah saja: sambil mengerjakan makalah mata kuliah A, teringat tugas baca mata kuliah B, lalu juga kuis untuk mata kuliah C. Karena itulah mahasiswa kelas reguler amat disarankan untuk tidak keterlaluan sibuk dalam hal-hal selain perkuliahan, kecuali memang ia amat sangat mahir terampil dalam multitasking dan pintar (yang jelas bukan saya!)

Keterlaluan sibuk mungkin bahaya, tapi mudah-mudahan tidak kalau hanya 'agak-agak' sibuk. Dan menurut saya, kesibukan saya tidak tergolong keterlaluan.

Tidak seperti sebelum mulai kuliah lagi dulu, kini saya tidak mengajar di sekolah formal. Tidak ada pekerjaan administratif tambahan yang menyita waktu dan tidak ada pula beban-beban lainnya terkait hubungan struktural dalam kelembagaan sekolah itu sendiri. Lalu saya juga hanya mengajar 2-3 jam sehari. Itu pun hanya 2 kali seminggu (dikurangi dari 4 kali seminggu atas anjuran suami sejak kami memulai kembali program kehamilan).

Namun dengan kemampuan multitasking saya yang buruk, kadang-kadang saya masih bisa agak kewalahan dengan kesibukan yang tidak seberapa itu. Buku untuk mata kuliah A yang harus di-review di tangan kiri, tangan kanan utak-atik slide presentasi untuk mata kuliah B, lesson plan di pangkuan, belum lagi memikirkan kuis mata kuliah C dan rencana kunjungan ke dokter.


Ada yang senang menulis agenda? Bagi saya, membuat pemetaan waktu bekerja dalam agenda cukup membantu (dan sangat menyenangkan), sih..tapi entah bagaimana tidak benar-benar efektif juga. Jadi meskipun misalnya saya sudah menjadwalkan untuk hanya mengerjakan A di suatu hari hingga selesai agar bisa mengerjakan B esok harinya, kenyataannya tidak selalu sesuai. Bisa jadi si A dikerjakan tapi tidak selesai, lalu esoknya tiba-tiba saja saya malah memegang pekerjaan C -.-'

Bagaimanapun, pekerjaan saya selalu selesai tepat waktu, alhamdulillah. Tenggat waktulah yang menyelamatkan saya dari ketidakefektifan mengerjakan sesuatu. Tenggat waktu yang semakin dekat selalu mampu membuat otak dan jari-jemari saya seolah tersihir...tiba-tiba mampu menulis 9 halaman dalam semalam, misalnya, padahal seharian sebelumnya setengah mati menghasilkan 3 halaman.

Selamat, memang, kalau tenggat waktu tiap pekerjaan tidak bersamaan. Sementara hidup tidak selalu sebahagia itu. Baru-baru ini, penundaan saya atas beberapa pekerjaan sekaligus membuat saya harus merelakan berkurangnya jam tidur selama 3 hari berturut-turut (padahal tidur itu maha penting bagi saya!) begitu tenggat waktu nyaris bertumpuk. Huah...kapok!

Akhirnya saya mencoba 'gaya hidup' baru. Tetap berpedoman pada si buku agenda tercinta, saya pun berusaha mematuhi rencana kerja yang saya buat sendiri. Belajar dari pengalaman, saya membuat banyak celah kosong di antara setumpuk rencana yang saya tulis. Maksudnya adalah untuk mewadahi sifat saya yang moody dan cepat bosan. Jadi pada celah waktu tersebut, saya bebas memilih mengerjakan apa saja yang saya inginkan pada saat itu, sebelum kembali pada pekerjaan yang telah direncanakan.

Hasilnya ternyata sungguh membahagiakan! Kegiatan menulis saya, misalnya, jadi semakin gencar dan lancar dengan cara begini (jangan heran ya kalau saya masih sempat ngeblog sebelum presentasi). Ketika saya sadar bahwa waktu saya sangat terbatas, saya jadi semakin cepat menghasilkan sebuah tulisan. Selesai menulis, saya pun kembali ke pekerjaan semula dengan berbahagia dan lebih cepat pula menyelesaikannya karena saya tidak ingin melewatkan 'celah bebas' lainnya :D

Nah, kurang lebih begitulah keseharian saya saat ini. Itulah salah satu alasan kenapa sebanyak apapun tugas kuliah, saya tidak mau meninggalkan kegiatan mengajar dan menulis (selain karena memang saya cinta mati pada kedua dunia itu). Jika melepasnya, belum tentu saya juga lebih konsentrasi kuliah, mungkin malah kurang bergairah karena tidak ada variasi, terlalu banyak keleluasaan, kurang tantangan...esshhh mudah-mudahan ini bukan bermaksud sombong dan takabur...

Maka dengan ini saya ucapkan selamat datang pada kesempitan, juga kesempatan yang semakin bermunculan di dalamnya! Semoga berkah dan saya bisa memanfaatkannya sebaik-baiknya, amiin.


Salam semangat!
- H e i D Y -

Terimakasih pada pencipta gambar! Saya unduh dari sini.

Tidak ada komentar: