Rabu, 26 September 2012

Pijin dan Kreol

Pada awalnya, para linguis sempat beranggapan bahwa pijin dan kreol adalah bahasa yang menyimpang dari standar (Bloomfield dalam Holm, 2000 : 1). Kini, para linguis telah menyadari bahwa pijin dan kreol bukan versi rusak atau versi kacau sebuah bahasa, melainkan merupakan jenis bahasa baru. Kosakata dalam pijin maupun kreol berasal dari bahasa-bahasa yang lebih tua. Namun jika sistem linguistik keduanya diteliti, akan sangat jelas bahwa baik sistem bahasa pijin maupun kreol sangat berbeda dari bahasa yang menjadi sumber kosakatanya. Dalam hal ini, bahasa yang menjadi sumber kosakata itu disebut base language (Holm, 2000: 1).

Menurut Kridalaksana (2011: 194), pijin (pidgin) adalah alat komunikasi sosial dalam kontak yang singkat (seperti dalam perdagangan) antara orang-orang yang berlainan bahasanya dan yang tidak merupakan bahasa ibu para pemakainya. Sementara itu Suhardi (2005: 62) menyebutkan bahwa pijin merupakan ragam bahasa yang tidak memiliki penutur asli. Hal ini disebabkan karena pijin muncul di tengah-tengah dua masyarakat dengan bahasa yang sangat berbeda. Untuk kepentingan komunikasi, alih-alih menggunakan menggunakan bahasa ketiga sebagai perantara, mereka menggabungkan kedua bahasa mereka itu. Bahasa gabungan mereka itulah yang disebut sebagai pijin. Salah satu hal yang dapat menyebabkan kemunculan pijin adalah reaksi atau respons masyarakat terhadap situasi sosial politik yang berubah di daerah mereka.

Biasanya pijin ditemukan di negara-negara dunia ketiga yang merupakan bekas daerah jajahan atau koloni. Karena itulah, kebanyakan pijin dipengaruhi oleh bahasa-bahasa bangsa Eropa seperti Inggris dan Portugis yang pernah menjajah negara lain. Dengan kata lain, bahasa-bahasa Eropa inilah yang menjadi base language bagi pijin pada umumnya. Dalam Holm (2000: 5) pun dijelaskan bahwa biasanya pihak yang dengan kekuasaan yang lebih lemah dalam masyarakat yang memunculkan pijin menggunakan kata-kata dari bahasa pihak yang lebih berkuasa. Namun, makna, bentuk, dan penggunaan kata-kata dipengaruhi oleh bahasa pihak yang mengakomodasi kata-kata tersebut (substrate language).

Suhardi (2005: 63) menjelaskan bahwa secara historis, pijin yang dipakai dari waktu ke waktu dan dari satu generasi ke generasi berikutnya pada suatu saat dapat menjelma menjadi jenis kreol. Setelah satu generasi menggunakan pijin tertentu sebagai bahasa perantara kemudian anak-anak mereka mulai menggunakannya sebagai bahasa pertama atau bahasa ibu, pijin tersebut telah berubah menjadi kreol. Karena itulah, kreol sering diartikan sebagai pijin yang memiliki penutur asli. Hal ini sejalan dengan definisi kreol (creole) yang dipaparkan oleh Kridalaksana (2011: 137), yaitu pijin yang dalam perkembangannya menjadi bahasa ibu dari suatu masyarakat bahasa.

Menurut Holm (2000: 6), biasanya leluhur dalam suatu masyarakat yang menggunakan kreol mengalami perpindahan secara geografis sehingga hubungan dengan bahasa asli dan identitas sosiokultural mereka rusak. Kondisi sosial seperti ini seringkali merupakan akibat dari perbudakan. Salah satu contohnya adalah apa yang terjadi pada bangsa Afrika dari beragam kelompok etnolinguistik yang dibawa oleh bangsa Eropa ke koloni-koloni di New World untuk bekerjasama sebagai budak di perkebunan-perkebunan.

Generasi pertama budak dari Afrika itu menciptakan pijin karena mereka tidak memiliki bahasa yang sama dan akses mereka untuk mempelajari bahasa Eropa sangat terbatas. Karena pijin tersebut pada dasarnya merupakan bahasa asing bagi mereka sendiri, kemahiran mereka menggunakan bahasa tersebut masih kalah dibandingkan bahasa asli mereka. Alternatif sintaksis dan kosakata yang mereka miliki pun lebih terbatas. Selain itu, karena bahasa ibu mereka berbeda-beda, maka diperkirakan terjadi variasi bahasa besar-besaran dalam masa ini.

Generasi berikutnya yang lahir di New World kemudian lebih terpapar pada pijin yang diciptakan orangtua mereka dan menganggap bahasa tersebut lebih bermanfaat ketimbang bahasa asli orangtua mereka dulu. Meskipun mereka memperoleh bahasa yang sangat bervariasi, kacau, dan tidak mendapat input linguistik yang lengkap, mereka tetap dapat mengaturnya sedemikian rupa menjadi kreol yang merupakan bahasa asli mereka. Kemampuan ini memang merupakan karakteristik bawaan setiap manusia.

Proses kreolisasi yang terjadi pada generasi kedua bangsa Afrika di New World merupakan proses yang berlawanan dengan pijinisasi yang terjadi pada generasi orang tua mereka. Dalam pijinisasi, proses yang terjadi cenderung berupa proses reduksi, pengurangan atau pemotongan dari base language. Sementara itu dalam kreolisasi, proses yang terjadi merupakan proses perluasan atau penguraian. Salah satu contohnya adalah aturan fonologis seperti asimilasi yang terdapat dalam kreol dan tidak ditemukan pada pijinnya. Selain itu, penutur kreol juga membutuhkan kosa kata yang mencakup segala aspek kehidupan mereka, berbeda dengan penutur pijin yang mungkin hanya menggunakannya dalam salah satu kegiatan seperti perdagangan. Karena itulah, proses pengorganisasian tatabahasa, perubahan dari sistem verbal yang koheren menjadi struktur-struktur level frase yang kompleks terjadi baru terjadi dalam kreol.

Terdapat lebih dari seratus kreol di dunia. Salah satu contohnya adalah Papiamentu di Aruba, Venezuela Selatan, Curacao, dan Bonaire – Kepulauan Leeward di Netherlands Antilles. Kreol ini dipengaruhi oleh tiga bahasa: Portugis, Inggris, dan Spanyol. Contoh kreol lainnya adalah Kreol Haiti di Karibia, bagian barat pulau Hispaniola. Kreol ini dipengaruhi oleh bahasa Prancis, Afrika, dan Inggris. Jumlah penutur kreol ini mencapai enam juta jiwa dan dapat ditemukan di seluruh Karibia dan komunitas di Amerika Utara (Suhardi, 2005: 63).

 

Daftar Pustaka

Holm, John. 2000. An Introduction to Pidgins and Creoles. Cambridge: Cambridge

University Press.

Kridalaksana, Harimurti. 2011. Kamus Linguistik Edisi Keempat. Jakarta: Penerbit PT.

Gramedia Pustaka Utama.

Suhardi, B. Dan B. Cornelius Sembiring. 2005. “Aspek Sosial Bahasa”. Dalam Pesona

Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia

Pustaka Utama.

Tidak ada komentar: